Lihat ke Halaman Asli

Sulistyo

Buruh Dagang

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bagi Pemilik Usaha

Diperbarui: 13 September 2017   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seiring perkembangan aktivitas perekonomian di jaman global ditandai pasar bebasnya seperti sekarang, dibarengi pula bertumbuh pesatnya usaha-usaha yang didirikan oleh para pemodal untuk memperluas jangkauan pasar.

Di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa, berbagai perusahaan telah banyak ditemui. Aktivitas dibidang industri dan perdagangan maupun bisnis di bidang barang maupun jasa terus tumbuh seperti "jamur di  musim hujan."

Tidak terkecuali di Yogyakarta, pembangunan atau pendirian hypermarket, mal, ritel atau kegiatan bisnis lainnya bagi pemerintah daerah diasumsikan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi, peluang  sangat menjanjikan untuk menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini terlihat mulai dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB), PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), pajak pendapatan dari restoran, toko dan gerai, pajak reklame indoor dan outdoor, pajak parkir dari pengelola, pajak penerangan jalan, retribusi parkir, nilai jual tenaga listrik, dan lain-lain. Hampir semuanya itu didasari pertimbangan ekonomi, mengingat pada dasarnya pembangunan mal dan ritel maupun bisnis lain adalah untuk memenuhi tujuan profit.

Disatu sisi, memang kehadiran maraknya berbagai jenis usaha ini sangatlah membantu, terutama jika dilihat dari letak strategis Yogyakarta sebagai tujuan wisata kedua setelah Bali, memiliki bandara internasional (Adi Sutjipto) sehingga para wisatawan yang melancong atau berkunjung tidak merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Fasilitas dan akomodasi penunjang lainnya tersedia, memberikan kesan dan daya tarik tersendiri serta menambah juga kenyamanan mereka selama berada di Yogyakarta.

Dilihat dari gambaran diatas, sangat dimungkinkan di masa depan akan banyak para investor masuk ke Yogyakarta dan sekitarnya dalam rangka untuk pengembangan sayap usaha sekaligus memperluas jangkauan pasarnya. Dalam perkataan lain, Yogyakarta dapat diperkirakan semakin hari semakin menyesuaikan dengan iklim perekonomian global.

Globalisasi dengan seperangkat nilai yang dibawanya memang tidak bisa lagi dihindari, tidak bisa dibendung. Kita tidak perlu antipati terhadap realita yang ada selama ini. Namun demikian kita tetap harus kritis bahwa dampak-dampak yang ditimbulkannya perlu dicermati secara serius. Antisipasi terhadap dampak yang sekiranya dapat merugikan sudah selayaknya segera dilakukan.

Dapat dikatakan bahwa hiruk pikuk bangunan fisik menjulang gemerlapan terkait bidang industri, perdagangan dan pariwisata yang sedang bertumbuh di kota Yogyakarta misalnya, ikut menandakan bahwa Yogyakarta siap untuk go international. Tetapi apalah artinya jika Yogyakarta semakin modern -- rakyat setempat hanya menjadi penonton dan kualitas sumber daya alam serta lingkungan hidup sekitarnya menurun?

Menghadapi persoalan tersebut, langkah nyata yang layak dilakukan adalah  perlunya penyeimbangan antara penciptaan daya saing dan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan kesejahteraan, meminimalisir dampak-dampak negatif yang kemungkinan terjadi. Ini semua bisa dimulai dengan menjalin komunikasi semua pihak (pemerintah daerah -- pengusaha -- dan masyarakat setempat) sehingga terbangun kesepakatan yang saling menguntungkan.

Untuk jangka panjangnya, jalinan komunikasi tetap perlu dilakukan  terutama antara pemilik usaha/pengusaha dengan warga/rakyat setempat atau sekitarnya. Setidaknya bilamana muncul permasalahan yang mengganggu, dapat sesegera mungkin diatasi dan diselesaikan secara bersama.

Dalam konteks kepemilikan usaha, hal demikian tentunya sejalan dengan konsep mamajemen modern, diantaranya menyebutkan bahwa tujuan suatu usaha bukan hanya sekedar memperoleh keuntungan atau profit, namun juga harus ikutserta bertanggung jawab sosial dan lingkungan di mana usaha tersebut beroperasi.

Langkah harmoni sosial yang bisa dilakukan dalam hal ini diantaranya mengoptimalkan adanya corporate social responsibility(CSR).Ini merupakan salah satu dari wujud keperdulian para pemilik usaha terhadap mereka yang terpinggirkan (marginal). Terbangunnya jalinan komunikasi antara pemilik usaha dan warga sekitarnya disusul tindakan saling berbagi, bergotong-royong/saling membantu merupakan jalan tengah yang layak diberlakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline