Lihat ke Halaman Asli

Lia Wahab

Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Menakar "Akal Sehat" Seorang Rocky Gerung

Diperbarui: 19 Maret 2019   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rocky Gerung kini selalu jadi bulan-bulanan media massa. Bahkan di pilpres 2019 ini duo pasangan calon nyaris kalah populer ketimbang seorang komentator dan juga ahli filsafat ini. Tak heran begitu, nyaris setiap ucapan Rocky menimbulkan kontroversi bahkan sakit hati. Satu diksi pilihan yang digunakannya untuk menyerang lawan politiknya hari ini yaitu kata 'dungu'.

Tak tersorot namun tersirat dengan jelas ke arah mana, ia tak peduli ucapannya melukai siapa. Bahkan, semakin panas suhu politik, di kala perangkat UU ITE semakin kuat, diksi 'dungu' ala Rocky Gerung semakin menjadi. Ini melengkapi aksi-aksinya keliling Indonesia dalam mendukung Prabowo-Sandi yang akhirnya diakuinya secara gamblang. 

Saat aksi tagar #2019GantiPresiden yang digagas Mardani Ali Sera sebetulnya Rocky Gerung sudah menjejakkan kaki ke banyak tempat dan menebar filosofi yang diracik berdasarkan subjektitasnya sendiri. Tak ada teori pasti akan kaidah berpikir seorang Rocky Gerung. Saat ini yang terlihat hanyalah bagaimana ia menstigmakan negatif seorang Jokowi yang merupakan capres petahana sekaligus lawan politiknya kali ini.

Sebenarnya Rocky Gerung adalah seorang pengajar di kampus UI, almamater gelar sarjananya sendiri. Sayangnya di tahun 2015 dia harus menghentikan kegiatan mengajar di kampus itu karena berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu pengajar magister harus bergelar magister juga.

Lumayanlah, begitu-begitu ia pernah menjadi dosen pembimbing seorang Dian Sastrowardoyo. Tapi, pola ucap yang dipakainya tak bersesuaian dengan latar belakangnya sebagai pendidik. Selain itu, karena ia sempat kuliah di ilmu politik dan berpindah ke ilmu filsafat jadilah ia menguasai dua bidang ilmu tersebut.

Tapi, doktor filsafat dari UI, Reza AA Wattimena justru tidak menemukan makna pada banyak filosofi Rocky Gerung selain daripada hinaan. Reza mengatakan bahwa dirinya ingin menempatkan kembali filsafat sebagai 'induk' ilmu. Menurutnya, tidak selayaknya filsafat digunakan sebagai narasi politik di ruang publik untuk merendahkan orang lain.

Ketua Progres 98 sekaligus alumni gerakan 212, Faizal Assegaf bahkan menyebut apa yang dilakukan Rocky Gerung kini adalah "sodomi akal sehat". Hal ini ia sampaikan dalam sebuah diskusi publik di Cikini hampir tiga pekan yang lalu.

Menurutnya apa yang ia labelkan terhadap Rocky Gerung tidak berlebihan. Faizal mengatakan bahwa tak hanya Rocky, mereka di barisan Prabowo-Sandiaga saat ini cenderung termasuk dalam kategori 'domer' atau mereka yang menyodomi akal sehat masyarakat melalui berbagai ucapan blunder, fitnah dan hoaks. 

Melihat kaidah berpikir seorang Rocky Gerung saat ini yang cukup 'hardcore', saya sampai gak menyangka bahwa ia adalah seorang pengamat feminisme yang pernah menulis dalam jurnal perempuan. Rocky mendukung adanya kesetaraan kolegial yang mendorong generasi muda melawan orotitas yang ada.

Di tahun 2009 pasca pemungutan suara ke dua di Pilpres 2009, Rocky mengatakan bahwa politik kita adalah politik citra, masih monoton kandidat yang diwawancara. Menurutnya yang dilihat itu masih personal, tubuh, performance, semua hal yang tidak berkaitan dengan ide-ide politik.

"Politik kita itu politik yang apa adanya. Kurang matang dalam konsep dan tidak ada pertandingan ideologi, " ucapnya. Dan terbukti benar tantangan seorang Rocky Gerung dalam ucapannya, hari ini kita tak cuma bertanding ide dan hasil kerja tapi juga  bertanding dalam hal ideologi dan keyakinan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline