Lihat ke Halaman Asli

Mengenang Prof. Mubyarto: Sewindu Kepulangan sang Guru

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1369379183306459221

[caption id="attachment_245112" align="aligncenter" width="540" caption="Foto: pspk.ugm.ac.id"][/caption] Nama Prof Mubyarto tidak akan pernah kita dengar dalam diskusi ekonomi soal investasi, suku bunga dan pasar modal. Nama itu terlalu asing untuk menjadi catatan kaki dalam sebuah analisa di lantai bursa. Namun, ketika kodrat fluktuasi pasar menuju titik terendahnya, pertumbuhan ekonomi minus, dan perbankan bangkrut, barulah nama guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu dibicarakan. Pemikiran Prof Mubyarto baru dilirik sebagai alternatif ketika sistem ekonomi kapitalis kapok dengan permainan invisible hand-nya. Padahal, konsep pemikiran Ekonomi Pancasila, yang dicetuskan oleh Prof Mubyarto, jelas bukanlah alternatif. Semua tahu Pancasila, yang dicetuskan Bung Karno, adalah filosofi kehidupan bangsa Indonesia. Artinya, cara berekonomi bangsa ini adalah yang berkeadilan sosial, bukan permainan segelintir konglomerat di lantai bursa. Atas dasar keyakinan itulah, Prof Mubyarto bertahan dengan konsep Ekonomi Pancasila sampai akhir hidupnya, 24 Mei 2005. Tepat delapan tahun lalu, dia pergi dalam sepi ketika rekan-rekannya yang lain mulai 'bersahabat' dengan para mafia Barkeley. Prof Mubyarto tutup usia pada 66 tahun. Dia memang dikenal sebagai penggagas Ekonomi Pancasila atau Ekonomi Kerakyatan, konsep ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak dan bukan segelintir konglomerat. Konsep ini sebelumnya sudah dicetuskan oleh Bung Karno, namun oleh Prof Mubyarto konsep itu menjadi mapan sebagai sebuah disiplin ilmu. Masa kecil Mubyarto hingga sarjana muda dia habiskan di Yogyakarta. Lulus dari UGM, Mubyarto melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat. Mendapat dua gelar dari AS - Master of Arts dari Vanderbilt University, Tennessee (1962) dan Doctor of Philosophy dari Iowa State University, Iowa, (1965) - tidak lantas membuat pemikiran Mubyarto tertular kapitalisme. Bahkan pada pengukuhan guru besar UGM, Mei 1984, Mubyarto melarang kiriman karangan bunga. Jadilah Balai Senat UGM saat itu kosong melompong tanpa bunga, tak seperti upacara pengukuhan pada umumnya. "Kiranya fakir miskin dan lain-lain tujuan kemanusiaan lebih memerlukannya," tulis Mubyarto dalam kartu kecil yang disisipkan pada undangan. Menerima gelar professor dalam kesederhanaan, Mubyarto juga berpulang dalam kesahajaan. Namun, kali itu dia tak bisa melarang kiriman bunga duka cita. Duka bagi kepulangan sang mahaguru. Sewindu lalu. Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/mengenang-prof-mubyarto-sewindu-kepulangan-sang-guru.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline