Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Permata Hatiku Dipeluk yang Lain

Diperbarui: 29 Juli 2017   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sesaat ia ragu. Beranikah ia datang ke sana? Sanggupkah ia melihat putri cantiknya dipeluk pria lain? Pria kurus bermata sayu itu menghela napas. Menguatkan hati, lalu mengambil sebentuk gitar di sudut rumah. Belasan tahun ia memiliki benda itu. Alat musik yang kerap kali membantunya dalam keadaan terjepit. Terutama saat ia tak mendapatkan penghasilan dari mengumpulkan barang-barang bekas. Gitar ini bisa menjadi alternatif untuk mendapatkan uang.

"Hei Muka Boros, kamu mau kemana?"

Baru dua langkah meninggalkan rumah kecil berdinding papan itu, seseorang menepuk pundaknya. Tanpa menatapnya pun ia tahu siapa yang baru saja menegurnya. Hanya Reza yang memanggilnya begitu. Entah itu panggilan akrab atau bermakna penghinaan. Yang jelas, Reza sudah berhenti memanggil nama aslinya yang indah: Syarif.

"Aku mau ke rumah Tuan Calvin." jawab Syarif.

Kedua alis Reza terangkat. "Ngapain lagi kamu ke sana? Jelas-jelas kamu nggak punya hak lagi buat ketemu anak itu!"

"Cuma mau lihat dari jauh kok. Aku nggak akan ganggu mereka."

Reza mendesah pasrah. Tahu persis karakter sahabatnya. Ia tak tega membiarkan Syarif pergi sendirian. Dilangkahkannya kaki mengikuti Syarif. Mengundang tanya dari pria kurus pembawa gitar kuno itu.

"Aku temani kamu ya? Masa aku biarin kamu sendirian. Nanti kalau kamu disangka maling kayak dulu lagi gimana?" Reza tersenyum penuh simpati.

Syarif balas tersenyum. Salut pada lelaki berkulit hitam yang telah bersahabat dengannya sejak kecil. Ia memang tak salah pilih.

**     

Kedua tangan Syarif gemetar hebat. Matanya berkaca-kaca. Ya Allah, putrinya ada di sana. Tengah bermain dengan riang bersama ibu dan pengasuhnya. Putrinya terlihat semakin cantik. Rambutnya memanjang dengan cepat. Lesung pipi membuat parasnya makin menawan. Baju yang dikenakannya pastilah mahal. Air mata Syarif meleleh. Bukankah seorang pria boleh menangis? Tak ada yang mengharamkan air mata bagi kaum pria.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline