Lihat ke Halaman Asli

Lamria F. Manalu

Penyuluh Hukum

Mencermati Hak Buruh atas THR Keagamaan

Diperbarui: 1 Mei 2021   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi THR. Sumber: KOMPAS.COM

Selain mudik, ada hal lain yang selalu ramai diperbincangkan menjelang lebaran tiba. Apalagi kalau bukan Tunjangan Hari Raya (THR). Hal ini menjadi penting, karena jelang perayaan, masyarakat perlu membeli berbagai kebutuhan sandang dan pangan. 

Karena itulah kepastian waktu pembayaran THR merupakan kabar yang sangat ditunggu, khususnya bagi masyarakat yang menyambut datangnya hari kemenangan.

Pembayaran THR menjadi momentum tahunan untuk meningkatkan daya beli masyarakat di Tanah Air. Belanja masyarakat akan meningkat dan secara otomatis berdampak positif terhadap perekonomian dalam masa pandemi ini. 

Selain masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya, penggelontoran dana THR ini juga berimbas pada produksi dan distribusi. Bagi para pelaku UMKM, momentum ini tentu sangat dinantikan setelah diterpa badai pandemi selama setahun terakhir.

Dalam Pasal 8 ayat (1) PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan disebutkan bahwa THR keagamaan merupakan pendapatan non-upah. Masih dalam PP yang sama, dinyatakan bahwa THR ini wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.

Pada tahun 2020, pemerintah telah memberikan sejumlah keringanan kepada pengusaha terkait pemberian THR keagamaan melalui Surat Edaran No. M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). 

SE ini diterbitkan dengan memperhatikan kelangsungan usaha yang terdampak pandemi, sementara di sisi lain, pekerja/buruh juga membutuhkan adanya pembayaran THR.

Dalam SE tersebut, bila perusahaan tidak mampu membayar THR keagamaan pada waktu yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, solusi hendaknya diperoleh melalui proses dialog yang dilakukan secara kekeluargaan. Dalam dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh tersebut dapat disepakati beberapa hal. 

Misalnya, bila perusahaan tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan maka pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap. Lalu, bila perusahaan tidak mampu membayar THR sama sekali pada waktu yang ditentukan, penundaan dapat dilakukan sampai dengan jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 

Dalam hal ini, gubernur diminta memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh sesuai peraturan perundang-undangan.

Ilustrasi: rri.co.id

Tahun ini Kementerian Ketenagakerjaan R.I. telah menerbitkan Surat Edaran No. M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan pada tanggal 12 April 2021 yang lalu. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline