Lihat ke Halaman Asli

Abdul Malik

penulis seni budaya

Sate Gebug 1920, Kuliner Legendaris di Kota Malang

Diperbarui: 1 Juni 2019   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Oleh Abdul Malik

TAHUN INI Kota Malang berusia 105 tahun. Salah satu penanda dan menjadi saksi pertumbuhan Kota Malang adalah  Warung Sate Gebug 1920. Terletak di Jl.Basuki Rachmad 113 A Kota Malang. Berdempetan dengan Markas Kepolisian Kota Malang (sekarang berganti menjadi restoran waralaba dan sebuah hotel).

Rusni Yati Badare istri dari Tjipto Sugiono (alm), penerus ketiga, memaparkan sejarah Warung Sate Gebug 1920. Generasi pertama adalah Naserin dan Wartum. Generasi kedua Alimun bin Kasran dan Karbuati. Generasi ketiga Tjipto Sugiono dan Rusni Yati Badare."Pak Tjipto Sugiono memiliki enam bersaudara. Pak Tjipto putra kedua, sejak kecil sudah ikut membantu berjualan di warung sate.

Sejak tahun 1980-an Pak Tjipto Sugiono mulai mengelola Warung Sate Gebug 1920," papar Rusni. Awal buka Warung Sate Gebug tahun1920. Di jaman sebelum kemerdekaan tersebut, hanya berjualan sate dengan sederhana.Suasana belum kondusif. Pertama, daya beli masyarakat tidak seperti sekarang.

Sosialisasi sate gebug ukuran besar membutuhkan proses waktu agak lama juga. Dengan berjalan waktu langganan bisa menerima dan para pelanggan yang membeli malah turun-temurun. Cukup sering ada veteran yang dulu berjuang di perang kemerdekaan datang ke Warung Sate Gebug.

Barangkali beliau ingin mengenang kembali ingatan masa perjuangan dimana Warung Sate Gebug menjadi bagian memori yang tak terpisahkan.Beliau datang, duduk termenung, hanyut dalam memori kenangan. De javu. Setelah memori kembali ke masa kini, Beliau baru memesan atau sekedar bercerita kenangan jaman revolusi kemerdekaan di Sate Gebug.

"Daging sapi yang dipakai untuk pembuatan sate gebug betul-betul daging berkualias super (tenderloin,sirloin). Selain itu tidak bisa. Harus fresh. Lulur luar/dalam harus kita bersihkan. Didendengi, dicuci bersih, digebug, direndam rempah-rempah, ditusuk dan dipanggang. Saking empuknya daging sate gebug, yang tak punya gigi pun bisa mengkonsumsi sate gebug. Untuk pemanggangan, ada tekniknya, salah membalik daging saat memanggang bisa buyar semua," tutur Rusni.

Kecap juga memegang peranan penting. "Salah memilih kecap rasa akan berubah. Dibutuhkan ketajaman insting saat meracik kecap. Pernah kecap langganan yang kami pakai tutup tidak berproduksi lagi. Saat itu kami berusaha keras mencari kecap yang standarnya seperti sebelumnya. Kami melakukan penelitian kecap hingga ratusan kecap untuk mencapai standar rasa sate gebug," imbuh Rusni.

Dokpri

Dokpri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline