Lihat ke Halaman Asli

Louis Bima

Deus Meus et Omnia

Maraknya Kasus Klitih di Kota Pelajar

Diperbarui: 16 Desember 2019   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Kota pelajar, sebutan untuk kota satu ini. Ya, kota Jogjakarta. Kota ini sangat istimewa, mulai dari kebudayaannya, tempat-tempat bersejarahnya, masyarakatnya, dan masih banyak lagi. Kota ini juga memiliki banyak sekali tempat pendidikan yang baik. Banyak orang dari luar kota ini rela merantau ke kota pelajar ini hanya untuk sekedar menuntut ilmu disana.

Namun, bukan berarti kota pelajar ini tak memiliki masalah sosial didalamnya. Bahkan, banyak sekali kasus kriminal yang dilakukan oleh siswa dari kota pelajar ini sendiri. Contohnya, klitih. Mulai dari pelajar menengah pertama, bahkan sampai menegah atas, ada saja yang menjadi pelaku klitih, dan korbannya bisa siapa saja.

Banyak sekali kasus klitih di Jogja. Kebanyakan pelakunya adalah pelajar dari kota itu sendiri. Mulai dari kumpulan anak sekolah, kumpulan genk, bahkan juga bisa akibat  dari masalah pribadi antara pelaku dan korban. Biasanya hal ini dilakukan saat malam atau dini hari. Tergantung dari situasi dan kondisi tempat dimana pelaku akan melancarkan aksinya. Jika tempatnya sepi dan gelap, pelaku akan dengan mudah melancarkan aksinya. Tak tanggung-tanggung, pelaku akan menganiaya korbannya sampai mereka (pelaku) sendiri puas.

Motif dari para pelaku ini beragam, ada yang dengan menggunakan teknik konvoi yaitu dengan memutari suatu wilayah dan menghampiri markas dari musuh mereka (meskipun cara ini sudah mulai ditinggalkan tetapi tetap berhati-hati bila terdapat konvoi di daerah yang sepi penduduk). Kemudian juga ada cara lain, yaitu dengan memancing lawan mereka dengan umpan.

Trik ini akan terbagi dalam 2 kelompok, kelompok 1 sebagai petarung (pelaku penganiayaan/peng-klitih) dan kelompok lainnya adalah sebagai umpan yang dimana kelompok ini nantinya akan memancing musuh mereka untuk kemudian dibawa ke lokasi dimana kelompok 1 bersembunyi. Bisa juga, kelompok 1 ini nanti akan dipecah lagi menjadi beberapa bagian sehingga dapat memperluas wilayah serangan mereka.

Ada juga yang dengan menggunakan teknik ninja, dimana para pelaku melaksanakan aksinya secara diam-diam. Teknik ini dilakukan dengan menguntit sasaran yang kan mereka klitih. Begitu situasi dan kondisinya dirasa cocok untuk melakukan serangan maka pelaku akan langsung meancarkan aksinya. Motif dari teknik ini biasanya adalah berupa balas dendam, dan mereka terkadang tidak peduli bila korban yang mereka klitih salah sasaran.

Adapun hukum bagi para pelaku klitih ini. Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 170 jo 351 KUHP terkait tindak penganiayaan. Namun, tidak menutup kemungkinan juga pelaku akan dijerat dengan UU 35/2014 (penyempurnaan dari UU 23/2002 tentang perlidungan anak). Juga, penggunaan UU 12/1951 atau UU kedaruratan menyusul adanya senjata tama dalam aksi tersebut.

Apabila pelaku klitih ini masih dibawah umur, lantas siapakah yang harus disalahkan? Pelaku? Orang tua pelaku? Pergaulannya? Atau mungkin korban yang tidak memperhatikan keselamatannya?

Menurut saya, kita tidak dapat langsung menyimpulkan begitu saja siapa yang salah dalam kasus-kasus klitih ini. Justru itu kita perlu mengintropeksi diri kita sendiri, menyadarkan kembali pikiran kita tentang perbuatan kita, apakah sudah baik dan membatu orang lain atau malah merugikan orang lain...

Semua ini berawal dari keluarga yang baik. Orang tuaharus memberi perhatian yang baik terhadap anak-anaknya serta menjaga keharmonisan dalam keluarga itu sendiri. Sebab itu semua kan berpengaruh pada tumbuh kembang anak, sehingga nantinya akan berpengaruh pada pergaulannya nanti di masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline