Lihat ke Halaman Asli

ACJP Cahayahati

TERVERIFIKASI

Life traveler

Greta Thunberg dan Upaya Penerapan Netral Iklim Sebuah Kota

Diperbarui: 23 Maret 2021   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kota di Jerman saat ini tengah berupaya menerapkan kebijakan netral iklim| Sumber: Dokumentasi pribadi

Tahun 2019 banyak murid-murid di sekolah-sekolah Jerman (dan di banyak negara lain) setiap hari Jumat siang berkumpul, berdiskusi, dan berdemonstrasi menyuarakan ketidakpuasan mereka akan kurangnya usaha-usaha pemerintah dalam hal penanggulangan perubahan iklim. 

Gelombang demonstrasi murid-murid dan anak-anak muda ini dikenal dengan Fridays for Future. Fridaynya pakai s, jadi bukan hanya di satu Jumat tapi di banyak Jumat. 

Gelombang reaksi ini pertama kali digelorakan oleh seorang anak muda belia dari Swedia sejak ia berusia 15 tahun, bernama Greta Thunberg. 

Greta sendiri terinspirasi untuk secara konsekuen dan aktif berdemonstrasi, setelah tulisannya menang dalam lomba menulis bertemakan Kebijakan Lingkungan.

Greta, wir gehen mit Dir (Greta, kami jalan bersamamu)| Sumber: Dokumentasi pribadi

Setelah gerakan Fridays for Future dari anak-anak, lalu muncullah Parents for Future, gabungan para orangtua, yang mendukung gerakan anak muda untuk proaktif menghadapi tantangan iklim global. 

Lalu belum lama ini, baik itu melalui Angela Merkel sebagai Kanselir Jerman, maupun Ursula von der Leyen, yang belum lama terpilih sebagai Presiden Komisi Eropa, muncul dukungan dan tindakan menuju netral iklim di Eropa. 

Hal itu terlihat dari kesepakatan yang dinamakan Green Deal dari dicetuskan masyarakat Eropa baru-baru ini. Kesepakatan serupa lalu bermunculan dari kota-kota di Jerman, yang kini siap mewujudkan kota dengan netral iklim. 

Tak hanya masyarakat, perusahaan-perusahaan besar seperti Siemens juga berikrar akan membawa perusahaan mereka menuju netral iklim.

Politik yang tertidur | Sumber: Dokumentasi pribadi

Di Jerman, perubahan iklim global ini sangat bisa langsung dirasakan. Saat musim salju, suhu terasa seperti musim semi atau gugur, lalu saat musim panas berlangsung sangat panjang, bahkan sampai sudah saatnya musim semi pun, suhu masih terasa seperti musim panas. 

Sehingga menurut saya, masyarakat Jerman atau Eropa pada umumnya, lebih reaktif dan sensitif terhadap isu-isu lingkungan.

Perbedaan Reaksi terhadap Isu Lingkungan di Jerman dan Indonesia
Saya ingat, ada salah satu pelajar pertukaran dari Indonesia, yang baru datang ke Jerman. Pelajar Indonesia ini memiliki kesan, bahwa kepedulian orang Jerman terhadap lingkungan dan iklim seperti kefanatikan beragama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline