Lihat ke Halaman Asli

Kompas.com

TERVERIFIKASI

Kompas.com

Ini PR Menteri Keuangan Setelah Era Sri Mulyani

Diperbarui: 31 Oktober 2018   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemetrian Keuangan

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia akan menghadapi era bonus demografi pada tahun 2030 hingga 2045 mendatang. Sehingga, posisi-posisi strategis pemerintahan di era tersebut akan diduduki oleh generasi muda masa kini.

Ekonom senior Dorodjatun Kuncoro Jakti menjelaskan, tanggung jawab yang akan diemban oleh calon Menteri Keuangan di masa yang akan datang tidaklah mudah. Pasalnya, Indonesia harus mampu melepaskan diri dari jebakan middle income trap. Sebab jika tidak, Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2045 bisa menjadi salah satu negara yang gagal.

"Jadi kalau kita perhatikan tentu janganlah kita selama 60 tahun goes to no where. Jadi tanggung jawab Anda semua ke depan adalah memimpin Indonesia untuk take off sebab kalau tidak Anda akan menjadi the biggest failed state in the world," ujar Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Kabinet Gotong Royong ketika mengisi seminar peringatan Hari Oeang di Kementerian Keuangan, Rabu (31/10/2018).

Dia menjelaskan, Menteri Keuangan era pasca Sri Mulyani nantinya harus bisa memanfaatkan tingginya simpanan domestik akibat dari jumlah tenaga kerja yang membludak di era bonus demografi. Sebab jika tidak, potensi tersebut jutsru bisa menjadi sumber dari capital outflow lantaran banyaknya tawaran investasi saham, obligasi, emas, bahkan properti yang saat ini sudah bisa dilakukan antar negara.

Baca juga: Sri Mulyani: Kementerian Keuangan Berduka

"Jadi harus diwaspadai karena yang saya khawatirkan justru sebagian dari kita telah mencapai pendapatan per kapita yang bagus itu kemudian malah menjadi penyumbang capital outflow. Sebab kalau itu terjadi risikonya saya perhatikan terjadi bagi generasi berikutnya," jelas Dorodjatun.

Selain itu, Indonesia juga memiliki pasar domestik yang sangat besar. Hal tersebut yang juga menjadi penyebab ekspor Indonesia sulit berkembang. Sehhingga, Indonesia harus bisa memanfaatkan sumber-sumber pendapatan devisa selain ekspor seperti pariwisata.

"Jangan kecewa kita tidak bisa ekspor dengan cepat karena domestic market kita memang besar sekali. Saya kira jangan kuartilah jangan cuma memikirkan ekspor, devisa bisa diperoleh dengan berbagai cara yang lain," ucap dia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline