Lihat ke Halaman Asli

Covid-19 dan Kejengahan Berpikir

Diperbarui: 3 April 2020   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (sumber: kompas/DIDIE SW)

Seperti kehilangan satu bab dalam kehidupan. Memang disaat manusia memaknai sebauh rasa pada setiap bentuk kehidupannya, ia bukan hanya akan menjadi sepucuk kepentingan tetapi menjadi hal-hal yang tentunya meyakinkan. 

Bawasanya kehidupan ini, tetap akan menunjukan bagaiamana manusia akan menjalani hidup yang pada dasarnya, ia tidak dapat bertumpu pada oraang lain melainkan; ia harus menjalani hidup ini dari dan untuk dirinya sendiri.

Setiap bentuk kekhawatiran dari hidup, ia tidak akan berarti dikala perut-perut manusia itu sendiri mulai lapar. Panas, hujan, ataupun badai menghadap manusia sekalipun, yang dalam ruang hidupnya sendiri telah menjadi teman tidak dapat ditinggalkan.

Namun manusia dalam wacana pemikiranya, apa yang merugikan haruslah dihindari. Tetapi kenyataan hidup itu merupakan buah-buah dari sisi kontradiktif yang harus diterima oleh manusia. 

Karena kebutuhan untuk makan sendiri, lebih wajib dari pada setiap hari ia "manusia" harus ibadah menatap surga. Sebab tanpa perut merasa kenyang, surga adalah janji yang bohong dikhayalkan oleh manusia.

Bahkan dalam situasi dimana mencari makan disandingan dengan potensi terkena penyaikit melalui virus corona atau covid-19 misalnya atau dengan ancaman-ancaman penyakit lain. 

Apakah benar manusia akan menurut pada ketakutannya akan penyakit itu, jika kepentingan akan kebutuhan makannya sendiri tidak terpenuhi? Seringkali saat pikiran ditaburi berbagai informasi ragam ketakutan, keganasan, atau dengan doktrin-doktrin yang mereka terima tentang kehidupan sengsara menjadi manusia adalah wadah sebuah kekhawatiran.

Tetapi tentang bagaimana pikiran itu mempengaruhi. Dalam satu titik pikiran manusia mampu melampaui ketakutan untuk menjadi sebuah keberanian. 

Karena tentu permainan pikiran merupakan salah satu kelemahan manusia di balik gagahnya sifat alamiahnya menaklukan alam dengan berbagai ancaman yang akan diterima. 

Di sini jelas, alam dan interpretasi keganasannya seringkali mengancam. Namun perkara ancaman itu, bukankah kehendak manusia hanya untuk bertahan hidup di dunia? Dimana salah satu cara yang tidak dapat ditinggalkan adalah kebutuahan untuk makan?

Oleh sebab itu seberapa pun takut pikiran manusia mempengaruhi kehidupannya, ketakutan paling nyata adalah bagaimana ia sendiri tidak dapat makan, sebab disana "manusia" tidak dapat melanjutkan kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline