Lihat ke Halaman Asli

Widiyatmoko

TERVERIFIKASI

Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Mengenali Kendala Membangun Konektivitas Udara di Nusa Tenggara Timur

Diperbarui: 18 Januari 2024   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bandara Komodo (sumber gambar: Kompas.com)

Propinsi di kawasan Nusa Tenggara ini terdiri dari tiga pulau besar yaitu Sumba, sebagian pulau Timor dan terakhir pulau Flores, hal ini sudah tentu membawa tantangan tersendiri dalam hal konektivitas antar pulau besar tersebut.

Konektivitas udara adalah satu dari dua konektivitas yang hanya dapat dibangun selain dari konektivitas laut dengan penyediaan layanan penerbangan.

Dalam konteks konektivitas udara di dalam NTT maka penerbangan regional perlu tersedia agar dapat memenuhi kebutuhan mobilitas para penduduk di tiga pulau tersebut serta memperlancar distribusi barang kebutuhan masyarakat.

Penerbangan regional disini adalah di dalam kawasan propinsi NTT, namun karena dengan adanya tiga pulau utama yang terpisah tersebut maka penerbangan regional tersebut tidak hanya berupa penerbangan antar dua kota (city pair) tapi juga penerbangan antar pulau.

Pada penerbangan internasional, jika kita melihat letak geografis ketiga pulau di Nusa Tenggara Timur ini memang tidaklah semudah yang dibayangkan untuk agar dapat dilayani oleh maskapai maskapai di di dunia, mengapa demikian?

Letak geografis NTT dapat dikatakan cukup jauh jika kita membidik wisatawan dari Asia dan Eropa, sudah tentu ini akan memberikan pertimbangan tambahan kepada maskapai dari kedua kawasan tersebut sebelum mereka memutuskan memulai penerbangannya.

Mari kita melihatnya dari sisi maskapai, misalnya maskapai A berencana akan membuka rute baru  memiliki dua pilihan tujuan di Indonesia dari Singapore, kedua pilihan tersebut adalah Denpasar dan Labuhan Bajo.

Beberapa pertimbangan akan dilakukan oleh maskapai A dengan menggunakan metrics maskapai, namun mari kita melihatnya dari dua hal saja yaitu perkiraan volume permintaan dan durasi penerbangan.

Latarbelakangnya adalah karena dengan melihat perkiraan jumlah permintaan kursi, maskapai bisa memperhitungkan perkiraan pendapatan dari setiap penerbangan yang dilakukan, sedangkan untuk durasi waktu berhubungan dengan utilisasi dan ketersediaan pesawat mereka.

Pada rute SIN ke DPS, misalnya volume permintaan ada di 350 pax/hari berarti bila maskapai A menggunakan pesawat berbadan sedang dengan kapasitas 160 kursi maka maskapai A memiliki kesempatan untuk melakukan penerbangan dua kali dalam sehari. Pada rute SIN ke LBJ misalnya volume permintaan 200 pax/hari berarti maskapai A hanya bisa melakukan penerbangan sebanyak satu kali dalam sehari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline