Lihat ke Halaman Asli

David Abdullah

TERVERIFIKASI

Batik Nusantara Penjalin Solidaritas, dari Difabel untuk Difabel

Diperbarui: 4 Januari 2022   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rekan-rekan difabel sedang menjahit batik di Rumah Batik Wistara Surabaya. | Dokumentasi Ariyono Setiawan (pendiri Batik Wistara)

"Manusia yang paling baik, adalah manusia yang paling bisa memberikan manfaat bagi orang lain."

Di sebuah ruangan dengan nuansa Jawa itu, hanya terdengar deru mesin jahit yang saling bersahutan, menyalak atas instruksi tuannya. Bunyi lengkingan gunting sesekali menyeruak, menghiasi peluh para pejuang kehidupan.

Tatapan mata mereka tertuju pada sebuah ujung jarum, mengawasi setiap gerak-geriknya agar tak meleset dari sasaran. Jari-jemari mereka tampak begitu piawai ketika merangkai batik menjadi satu komposisi indah. Seindah mahakarya mereka yang telah menembus benua Amerika.

Beberapa dari mereka terlihat sedang mengukur serta memotong sehelai kain dengan mimik wajah yang amat serius. Sementara itu, di sisi ruangan lainnya, tampak sesosok pria yang sedang memusatkan atensinya pada cetakan batik dari tembaga.

Seorang difabel bernama Asrul, tengah serius mencetak batik. | Dokumentasi Ariyono Setiawan (pendiri Batik Wistara)

Sosok pejuang kehidupan itu bernama Asrul. Ia terlahir dengan disablitas pada pita suara dan gendang telinganya. Meski begitu, hal itu sama sekali tak memupus semangat pria 27 tahun tersebut dalam berjuang untuk mengais rezeki. Mencetak batik merupakan keahlian utamanya.

Teguh sedang fokus menjahit masker batik yang menjadi salah satu andalan Rumah Batik Wistara. | Dokumentasi Ariyono Setiawan (pendiri Batik Wistara)

Setali tiga uang dengan Asrul. Perjuangan pria tunadaksa bernama Teguh juga tak kalah kuat. Kendati memiliki kekurangan fisik pada bagian tangan, ia tak sedikit pun mengalami kesulitan tatkala memainkan sehelai kain batik di bawah bidikan mesin jahit.

Sudah ada ratusan produk batik yang ia hasilkan selama bekerja di sana. Bagi Teguh, kekurangan fisiknya itu tak pernah menjadi penghalang dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. "Semangatku ini modal utamaku," ucapnya kala saya wawancarai.

Berasal dari Cilacap, Jawa Tengah, ia mengaku tertantang untuk menimba pengalaman jauh dari tanah kelahirannya. Kenekatan Teguh akhirnya membawa dirinya memijakkan kaki di Kota Pahlawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline