Lihat ke Halaman Asli

Kholid Harras

Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Prabowo Pun Menyandang "Jenderal Kehormatan"

Diperbarui: 28 Februari 2024   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan Prabowo (merdeka.com) 

Presiden Joko Widodo Rabu  (27/2/224) mengganjar  gelar Jenderal Kehormatan Bintang 4 kepada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.  Jokowi menjelaskan bahwa gelar Jenderal penuh tersebut selain sebagai bentuk penghargaan juga  diharapkan akan memperkuat komitmen Prabowo dalam melayani rakyat, bangsa, dan negara.  

Pemberian gelar pangkat kemiliteran tersebut menurut Jokowi didasarkan pada dedikasi dan kontribusi Prabowo di bidang militer dan pertahanan serta sebagai penghargaan atas dedikasi dan kontribusinya dalam melayani rakyat, bangsa, dan negara. Konon pula usulan untuk menaikkan pangkat Prabowo menjadi jenderal penuh  berasal dari Markas Besar TNI, sebagai pengakuan atas peran dan prestasinya.

Pemberian gelar semacam ini bukan hal baru, karena sebelumnya juga diberikan kepada tokoh lain seperti mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Khusus untuk Prabowo Subianto dirinya dianggap berhasil memperkuat kerjasama pertahanan antara Indonesia dengan negara lain, mengawasi pelaksanaan latihan bilateral dan multilateral, serta kunjungan tingkat tinggi.

Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo juga dinilai berhasil membentuk kebijakan pertahanan dan mengendalikan kebijakan pengadaan senjata, mencapai keseimbangan antara perubahan institusional dan kontinuitas dalam kebijakan pertahanan.

Pemberian gelar Jenderal Kehormatan Bintang 4 oleh Presiden Joko Widodo ternyata menuai sejumlah kritik. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa pemberian gelar ini bertentangan dengan semangat reformasi. Menurutnya, pemberian pangkat harus didasarkan pada hal-hal penting atau fundamental, yang tampaknya tidak terpenuhi dalam kasus ini.

Sedangkan politikus PDIP dan mantan perwira tinggi TNI-AD, TB Hasanudin, mengkritik pemberian gelar karena Prabowo tidak lagi aktif sebagai perwira TNI. Sebab menurut hukum, hanya perwira aktif yang dapat dinaikkan pangkatnya. Sedangkan  Prabowo sebelumnya telah diberhentikan dari jabatannya karena dugaan keterlibatan dalam penculikan aktivis pada tahun 1998. Dengan demikian  pemberian penghargaan tersebut merupakan hal yang menyelisihi. 

Atas dasar fakta tersebut, TB Hasanudin menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks sejarah dan nilai-nilai demokrasi dalam pemberian gelar kehormatan. Aturan-aturan harus selaras dengan hukum yang dibuat oleh pemerintah dan DPR RI yang mewakili rakyat. Selain itu pemberian gelar kehormatan seharusnya memperhatikan masa reformasi dan momen ketika Prabowo diberhentikan dari militer.

Dengan dengan demikian keputusan Jokowi memberikan gelar jenderal bintang 4 kepada Prabowo Subianto, selain tidak selaras dengan nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan selama reformasi, juga menyakiti rakyat, khususnya keluarga korban pelanggaran HAM Prabowo. Oleh karena itu  sejumlah pihak menyoroti pentingnya menjadikan kepantasan etika sebagai dasar utama dalam pemberian gelar terhadap Prabowo yang baru saja mengikuti kontestasi Capres 2024, yang dalam pelaksanaanya konon ditemukan banyak catatan kecurangan.  

Konsep "kehormatan" dalam konteks pemberian gelar kehormatan seperti "Jenderal Kehormatan" kepada seseorang seperti Prabowo Subianto memang sangat berkaitan dengan martabat, integritas, dan prinsip-prinsip moral. Gelar kehormatan sering kali menjadi bentuk penghargaan yang diberikan kepada seseorang atas kontribusi atau tindakan yang dianggap penting, baik, atau sesuai dengan nilai-nilai yang dihormati dalam masyarakat atau kelompok tertentu.

Dalam kasus Prabowo, pemberian gelar kehormatan ini seharusnya dilakukan dengan koridor yang memastikan transparansi, kriteria yang jelas, dan pertimbangan yang matang atas jasa yang nyata bagi negara dan masyarakat. Namun, kritik yang muncul menyoroti bahwa pemberian gelar ini tidak sepenuhnya memenuhi koridor tersebut.

Pemberian gelar kehormatan seharusnya tidak hanya dilihat dari prestasi seorang individu, tetapi juga harus memperhatikan konteks sejarah, nilai-nilai demokrasi, dan prinsip-prinsip reformasi. Penting bagi pemerintah untuk memberikan penjelasan yang jelas dan transparan terkait dengan pemberian gelar semacam ini agar tidak menimbulkan keraguan atau kontroversi di masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline