Lihat ke Halaman Asli

Kertas Putih Kastrat (KPK)

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Puan, Langkah Emansipasi?

Diperbarui: 15 Oktober 2019   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kabar diangkatnya Puan menjadi Ketua DPR RI periode 2019-2024 merupakan topik yang menuai banyak perdebatan. Terlepas dari segala pro dan kontranya, tak bisa diabaikan Puan merupakan perempuan pertama yang menduduki jabatan Ketua DPR RI.

Bukan hanya sebagai Ketua DPR RI, Puan juga sebelumnya terlibat aktif dalam perpolitikan Indonesia. Puan merupakan lulusan FISIP UI yang pernah menjabat sebagai Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Nasional Perempuan Indonesia (KNPI), pengurus partai PDI Perjuangan, anggota komisi IV DPR, anggota komisi VI DPR, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Bila kita refleksikan jauh sebelum zaman kemerdekaan tentu ini merupakan pencapaian yang besar bagi perempuan.

Dulu wanita sangat terbatas haknya. Bahkan untuk menempuh pendidikan saja pun tak bisa. Perempuan hanya diizinkan untuk berada di rumah dan bekerja di dapur. Hingga akhirnya terdapat seorang anak bangsawan yang mulai menyuarakan hak wanita pribumi yaitu R.A Kartini yang kini menjadi tokoh perempuan ikonik Indonesia. 

Beliau banyak membaca dan berwawasan luas. Beberapa karya yang beliau gemari adalah surat kabar dan majalah kebudayaan eropa, berbagai buku roman beraliran feminis, serta Max Havelaar. 

Hal ini membuatnya tergerak untuk membuat tulisan terkait emansipasi wanita yang kemudian diterbitkan pada tahun 1911 dengan judul 'Door Duisternis tot Licht' atau lebih dikenal sebagai 'Habis Gelap Terbitlah Terang'.

Perlu dipahami terdapat perbedaan antara pengertian emansipasi dengan feminisme. Menurut KBBI emansipasi berarti "pembebasan dari perbudakan atau persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria)". Sedangkan emansipasi wanita berarti "proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju". 

Hal ini mungkin lebih mengingatkan kepada proklamasi emansipasi oleh Abraham Lincoln di tahun 1863. Proklamasi ini membuat semua orang yang berstatus budak menjadi merdeka di negara-negara bagian Amerika Serikat.

Hal ini terasa berbeda dengan feminisme yang merupakan "gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki". Salah satu gerakan feminisme yang cukup naik akhir-akhir ini adalah feminisme liberal. 

Feminis liberal mempunyai pandangan bahwa negara sebagai penguasa seyogyanya tidak memihak atas kepentingan kelompok yang berbeda. Namun, mereka sadar bahwa realisasinya negara didominasi oleh laki-laki dan menganggap  negara dapat didominasi oleh pengaruh kaum laki-laki tadi. 

Maka inti gerakan feminisme liberal adalah menyadarkan perempuan bahwa saat ini mereka masih termasuk golongan tertindas. Perempuan di dalam negara cenderung hanya sebagai warga negara tanpa wewenang membuat kebijakan. Pekerjaan di sektor domestik pun dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif.

Tujuan "kesetaraan" dari gerakan ini adalah perempuan juga memiliki kesetaraan dan kebebasan rasionalitas. Dimana berarti perempuan adalah makhluk rasional yang memiliki kemampuan sama dengan laki-laki sehingga perlu mendapat hak yang sama dimulai dari pendidikan, hak sipil dan, hak ekonomi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline