Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Ramai-ramai Menggugat Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2019

Diperbarui: 19 Maret 2019   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok pribadi

Dalam diskusi Topic of the Week bertajuk," DPT Pilpres, Kredibel atau Bermasalah?" yang digelar Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi, narasumber yang hadir membedah isu itu, ramai-ramai mengkritik daftar pemilih yang dinilai masih bermasalah. Salah seorang narasumber, Pakar IT, Agus Maksum mempersoalkan soal banyak pemilih dalam DPT yang tanggal kelahirannya sama. Baginya ini janggal.

" Kalau menurut saya DPT ini bermasalah. Ada orang yang lahirnya 01-07-1963 sama semua. Bukan hanya itu. Ada orang lahirnya 80 masehi, tanggal lahirnya 01-07. Ada juga orang lahir hidup zaman Nabi Isa AS. Lahir tahun 1 masehi. Lahirnya juga tanggal 01-07," kata Agus Maksum saat jadi pembicara di diskusi Topic of the Week bertajuk," DPT Pilpres, Kredibel atau Bermasalah?".

Bahkan kata dia, ada yang lahir tahun 1873. Ada juga yang lahir 1900. Dan itu jumlahnya banyak. Lalu ada juga  mereka yang belum waktunya memilih justru  masuk dpt. Ada pula yang belum lahir juga masuk daftar pemilih. Ia pun lantas mengutip hasil analisa seorang dosen di ITS soal banyaknya pemilih yang tanggal kelahirannya sama.

" Dosen ITS sampaikan data total 192 juta dibagi 365 hari. Ketemu 520 ribu. Mestinya rata2 orang lahir 1 Januari sampai 31 Desember mestinya 520 ribu. Paling tinggi 577 ribu. Skarang kok ada 9,5 juta di tengah-tengah (Juli). Dirjen Dukcapil bilang itu fenomena orang tidak tahu tanggal l lahir bilangnya 01-07. Memang sensus pernah katakan itu," katanya.

Ia juga merasa janggal dengan banyaknya pemilih yang lahir pada tanggal 31 Desember. Sebab jumlahnya sampai 5,3 juta per orang. Tak hanya itu, banyak juga yang lahir pada  tanggal 1 januari. Baginya ini menimbulkan pertanyaan.

" Ini jadi persoalan yang harus kita cermati. Sudah kita sampaikan. KPU bilang 17,5 juta bukan data invalid. Itu wajar bukan invalid bukan ganda. Dukcapil juga katakan itu fenomena biasa dalam pencatatan kependudukan. Data yang lahir tanggal 1 bulan 1. Nomor 1 sampai 5 namanya sama. Faktor kegandaannya sudah pasti. NIK sudah 16 digit dan sama persis. Mereka lahirnya 1 Juli juga banyak," ujarnya.

Melihat fenomena itu, ia pun berkesimpulan, 17,5 juta pemilih itu adalah akumulasi data-data bermasalah baik ganda dan invalid.  Saat dibuat mapping mana saja TPS-TPS yang memuat data pemilih yang bermasalah, di lapangan ditemukan itu. Di Jatim, misalnya ada 1 TPS isinya 228 pemilih semua tanggal lahirnya 01-01. Lalu, di TPS 5 Desa Genteng, Bangkalan. Di Tulungagung juga ada. " Di Jawa Timur ada ratusan TPS. Terkonsentrasi di Bangkalan, Tulungagung, Sampang, Probolinggo, Mojokerto. Di Jateng ada di Klaten, Sragen. Di Banten ada di Serang,"katanya.

Karena itu, ia minta  data tersebut dicek. Sebab itu tidak logis. Bahkan, kalau merujuk kasus yang ada,  di Sampang, Mahkamah Konstitusi sampai membatalkan hasil pilkada di sana. Alasannya DPT-nya tidak logis.

" DP4 ada 600 ribu, agregat kependudukan 840 ribu. Tapi DPT-nya pas Pilkada 803 ribu. Kata MK tidak logis. Oleh karena itu Pilkada dibatalkan. Sekarang untuk DPT Pemilu di Sampang tidak logis lagi. Ada 820 ribu.  Makanya DPT tidak logis kami ajukan ke publik. Kalau Pak Prabowo menang, terus kubu 01 gugat DPT, kita tidak kaget. Lebih baik geger di depan daripada di belakang. Ini perlu partisipasi kita memperbaiki DPT," ujarnya.

Pembicara lainnya,  mantan komisioner KPU, Chusnul Mariyah mengatakan melihat banyaknya masalah dalam daftar pemilih, ia berpendapat memang harus ada Perppu. Karena baginya ini sudah gawat darurat. Sebab kalau  misalnya disebutkan ternyata karena ada  perpindahan pemilih di Lapas yang jumlahnya besar, itu  tidak ada dasarnya. " Jangan tidak mau membuat Perppu karena takut kalah. Tidak ada cara lain presiden harus keluarkan Perppu. Saya itu orang paling sedih di republik ini, karena saat pemilu 2004, kami sudah meletakkan fondasi dari persoalan pendataan pemilih ini. Sejak awal saya tidak setuju dengan e-KTP sebagai basis pendataan pemilih. Karena KTP punya NIK. Sementara penduduk itu bisa WNI bisa juga WNA," kata dia.

Tahun ini, dalam pemilu 2019, lanjut Chusnul, e-KTP jadi kartu paling sah  untuk memilih. Padahal pada 2004, saat ini jadi komisioner,  kartu pemilih yang jadi kartu yang sah untuk memilih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline