Lihat ke Halaman Asli

Kadir Ruslan

TERVERIFIKASI

PNS

Menyoal Janji Prabowo-Hatta Soal Ketenagakerjaan

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam beberapa tahun terakhir, pasar tenaga kerja telah menyentuh titik jenuh. Hal ini tercermin dari penurunan tingkat pengangguran yang semakin seret. Pada awal bulan lalu, misalnya, Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2014 sebesar 5,7 persen, atau hanya turun sebesar 0,12 persen dibanding kondisi pada Februari tahun lalu. Karena itu, pemerintah mendatang perlu melakukan terobosan untuk menggenjot penciptaan lapangan pekerjaan baru.

Ihwal penciptaan lapangan pekerjaan, pasangan capres-cawapres Prabowa-Hatta telah mengumbar janji ambisius, yakni menciptakan 2 juta lapangan pekerjaan setiap tahun. Secara teknis, janji ambisius ini bakal diwujudkan dengan meningkatkan jaringan irigasi dan infrastruktur untuk industri padat karya.

Bukannya pesimis, menciptakan 2 juta lapangan pekerjaan baru dalam setahun bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi, bila struktur ekonomi nasional tetap seperti saat ini, yakni bertumpu pada sektor-sektor padat modal. Secara faktual, selama beberapa tahun terakhir, perokonomian nasional lebih ditopang oleh sektor jasa (non-tradable) yang umumnya membutuhkan tenaga kerja berkeahlian tinggi (high skill), dan sedikit menyerap tenaga kerja.

Akibatnya, dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penciptaan kesempatan kerja sangat lemah. Faktanya, selama beberapa tahun terakhir, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya mampu menciptakan sekitar 200 ribu kesempatan kerja. Ini sangat jauh dari target pemerintah yang sebesar 500 ribu kesempatan kerja.

Bila perekonomian nasional masih bertumpu pada sektor padat modal, pemerintah mendatang harus menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional di atas 9 persen per tahununtuk menciptakan 2 juta kesempatan kerja baru dalam setahun. Hal ini tentu tak mudah. Karena itu, kinerja sektor industri padat karya dan sektor pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja low skill harus ditingkatkan.

Sebetulnya, ada terobosan lain yang yang bisa dilakukanpemerintah mendatang jika ingin menggenjot penciptaan lapangan pekerjaan baru, yakni mengembangkan kewirausahaan (entrepreneurship). Terobosan ini dapat menjadi solusi bagi persoalan tingginya angka penganggur akademik (tamatan diploma dan universitas).

Diketahui, pada Februari 2014, angkatan kerja berpendidikan sarjana yang menganggur mencapai 4,31 persen, sementara yang berpendidikan diploma mencapai 5,87 persen.

Amat disayangkan, kemajuan negeri ini dalam bidang kewirausahaan ternyata masih tertinggal dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Bank Dunia, dalam laporannya bertajukThe Global Entrepreneurship and Development Index 2013,” menyebutkan, indeks kewirausahaan Indonesia berada di peringkat ke-76 dari 118 negara. Peringkat Indonesia di bawah Singapura (13), Malaysia (56), Brunai (63), dan Thailand (64).

Dalam soal kemudahan berwirausaha, Indonesia juga masih tertinggal. Dalam publikasinya berjudul “Doing Business 2013: Smart Regulations for Small and Medium-Size Enterprises” Bank Dunia dan Korporasi Keuangan Internasional menyebutkan, indeks kemudahan berbisnis Indonesia berada di peringkat ke-128 dari 182 negara.

Kerena itu, pemerintah mendatang mesti mendorong pengembangan kewirausahaan di Tanah Air.Hal ini dapat dilakukan, antara lain, dengan menghilangkan berbagai kendala dan memberikan faktor kemudahan dalam berwirausaha. (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline