Suasana Jalan Kemanggisan Utama, Jakarta Barat Sabtu 2 Maret 2019 tidak terlalu banyak berubah. Hanya Mal Slipi Jaya lebih megah (setelah dibangun lagi dibakar massa Mei 1998) dan begitu juga pasar tradisional yang ada di seberangnya juga direnovasi menjadi lebih bersih dan apik, seperti yang saya lihat pada 1990-an awal.
Tujuannya saya ialah kuliner tenda yang berada dekat pasar tradisional yang kini sudah punya brand "Ayam Bakar Anak Betawi", yang terletak di depan Bank DKI. Warungnya tidak banyak berubah, meja dan kursi kayu, dibakar dengan arang , gerobaknya. Hanya saja di meja kasir ada debet BCA, tidak seperti saya singgah di kala masih berstatus mahasiswa.
Harum daging ayam yang dibakar juga masih sama. Ayam bakar itu dihidangkan dengan dua pilihan nasi uduk atau nasi putih. Ayam bakarnya sendiri disantap dengan kombinasi sambal,kacang dan kecap. Waktu disajikan dengan piring terpisah tidak diaduk, konsumen yang mengaduknya atau potongan daging ayam dicocol tanpa diaduk. Saya pilih yang kedua.
Rasanya tidak berubah dibanding ketika saya mencicipi ayam bakar itu pada 1990-an cukup sering. Daging ayamnya empuk dan bumbunya meresap sampai ke tulang dan kombinasi sambal kacang dan kecap itu menambah rasa lezat hingga tak terasa satu porsi tidak cukup. Rasanya pedas manis. Meminjam pujian almarhum Bondan Winarno "Mak Nyus". Tak mengherankan menjelang mahgrib atau jam pulang kantor, warung itu penuh sesak dan antri.
Sayangnya harganya sudah lebih mahal, yaitu Rp20 ribu per potong ayam dan nasi putihnya Rp6.000 dan nasi uduk Rp8.000. Kalau menambah lalap Rp3.000 per porsi.
Warung "Ayam Bakar Anak Betawi" kini dijalankan oleh Febri generasi kedua. Pendirinya ayahnya Achmad Udit, katanya tahun 1992. Mungkin juga sebelum itu. Saya mengenal warung ini gara-gara "nembak" seorang cewek di kampus yang saya taksir.
Dia tinggal di Kompleks Pajak masih sekitar dua kilometer dari tempat itu . Cinta ditolak, pulang dengan muka kusut, makan di sini, he malah kepincut dan akhirnya jadi langganan saya kalau melewati tempat itu. Bahkan kalau iseng berbuka puasa saya pilih warung makan ini. Selain ayam bakar, ada sayur asem, aneka sate ampela, hati dan jantung ayam. Rasanya juga "Mak Nyus".
Warung ini sempat buka cabang di kawasan Kampung Kandang, Ragunan, Pasarminggu pada 2000-an. Juga jadi langganan saya. Sayang tidak lama.
Selain tekstur daging ayam dan bumbu sambalnya, letaknya strategis dan tidak menyusahkan orang yang makan. Mereka yang hendak transit ke Kemanggisan dan Kebun Jeruk bisa singgah, begitu juga sebaliknya. Warung ini buka bada Asar hingga 22.00.
Potongan ayam yang sudah dihidangkan-Foto: Irvan Sjafari,
Satu-satunya kelemahannya hanya harganya kurang kompetitif. Langganan saya yang lain Ayam Bakar Pupuy di pelataran parkir Blok A Cinere, Depok malam hari, membandroll satu potong ayam Rp15 ribu dan nasi putih Rp5.000. Cara membakar juga empuk, namun memang sambelnya pedas digiling. Mungkin sewa tempat beda. Hanya saja harga sepotong ayam di Restoran Sederhana Rp20 ribu.Hanya diversifikasinya oleh pemiliknya yang juga sudah berjualan sejak 1990-an lebih banyak. Kepala ayam dijual Rp1.000 dan ceker Rp500 per buah.