Lihat ke Halaman Asli

Junaedi SE

Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Menakar Mindset Manusia Beradab dari Pranata Sosial yang Ada di Desa

Diperbarui: 7 Juli 2021   23:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Buku ini merupakan hasil antologi sumbang-gagasan tulisan para narasumber pada acara webinar seri 10  Kongres Kebudayaan Desa 2020, hari kelima (dari rangkaian webinar seri 1 hingga 18, antara tanggal 1-10 Juli ) pada Senin, 6 Juli 2020. 

Yang menarik dari buku ini, sebelum masuk pada muatan inti buku ini, pembaca harus terlebih dahulu membaca sekapur sirih Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut Sri Sultan HB X, Ada ungkapan Jawa tentang desa yang menyatakan  : "Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata".

Kebijakan "normal baru" atau adaptif menghadapi realitas perubahan, tidak lain dimaksudkan untuk menyatukan kehendak membangun hidup guyub ditengah keragaman perbedaan yang didasari oleh mutual trust untuk memperoleh mutual benefit. Untuk itu kita harus siap mengubah mindset budaya dalam mengelola kehidupan bersama (hal xvi).

Menurut Dr. Anwar Sanusi, Ph.D, Sekjen Kemendesa, bahwa Pemerintah harus menawarkan formulasi yang didalamnya terdapat komitmen dan keterikatan kuat antara negara dengan masyarakat (engaged citizenship).

Untuk itu setidaknya ada tiga hal yang perlu dipahami dan diperhatikan. Pertama, kekuatan internasional; kedua, faktor budaya lokal ; dan ketiga, aspek konstitusi dalam pengelolaan pemerintah (hal 5).

Ditambah pemaparan Rachmi Diyah Larasati (University of Minnesota, Minneapolis), kita adalah desa dan tidak terbelakang. Kita, adalah desa yang memproduksi pangan dan itu adalah pengetahuan. Karena desa bukanlah hantu dan eksotika modernitas. 

Oleh karena itu sangatlah urgent bagaimana menyiapkan ruang desa secara kolektif-budaya dalam konteks pandemik, artinya memahami pandemik dari sisi sejarah dan topografi alam di sekitar kita sebagai dasar perilaku dan mendudukkan lingkungan sekitar sebagai "rumah" yang melindungi.

Juga landasan kesiapan respons data secara kebijakan terhadap keindonesiaan yang merdeka dalam berfikir dan berkarya menuju tatanan baru, yaitu masa krisis dari pandemik Covid-19 (hal 32).

Menemukan Sari pati Kebhinnekaan dan Keunggulan Budaya

Iman Budhi Santosa (budayawan) memebri judul tulisannya nusantara mengajar. Wujud dari ajaran yang dimaksud berupa peribahasa. Hal ini diilhami oleh peribahasa Sikka, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbunyi : " Diri nian tutur, depo tanah doneng." Artinya 'mendengar dunia berbicara, mengikuti tanah mengajar'. Sebuah ungkapan unik dan khas yang prinsipnya memberi nasihat agar bertingkah laku sesuai adat dan norma-norma yang berlaku di masyarakat seperti diwariskan oleh nenek moyang.

Berdasarkan data-data peribahasa Nusantara yang sempat dikumpulkan bertahun 2007-2017, terdapat sejumlah fenomena yang cukup menarik. Ternyata diantara peribahasa-peribahasa Nusantara banyak yang mengalami kesepadanan, kemiripan, kesinambungan makna pesan, juga perbedaan pemaknaan yang mencolok, serta keistimewaan ungkapan dan makna yang khas. Misalnya yang berkaitan dengan relasi  sosial kemanusiaan, relasi sosial ekonomi,  dan relasi sosial politik (hal 34-61).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline