Lihat ke Halaman Asli

resista hakares

sederhana mensyukuri apa adanya

Ada Kaitannya

Diperbarui: 4 November 2021   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya menyukai kepadatan. Seperti film The Stranger Things, setiap langkah dan waktu mempunyai maksud tujuan kepada sceen selanjutnya. Seperti lagu-lagu Maroon 5 pada album Song About Jane, setiap isian kata dan nada begitu serasi  bahu-membahu saling mengisi dan menutupi.

Kadang mimpi-mimpi saya harus di terjemahkan, beberapa menit setelah bangun tidur, saya langsung mencoba mengingat-ingat lalu mencatat ke dalam diary yang telah disiapkan di sekitar kasur. Mimpi-mimpi ini sering kali absurt/abstrack dan tak karuan jauh dari kenyataan. 

Kadang entah mengapa saya dapat menangkap atau mengkaitkan maksud dan tujuan dari penglihatan mimpi tersebut (hal ini lumayan susah dan rumit). Kebanyakan mimpi itu tidak berarti dan hanya sebagai bunga tidur (terlalu malas/susah di ingat). Mimpi sering kali menguap begitu saja tanpa bisa di pahami maksud tujuannya.

Suatu hari saya menonton film Marsya The Bears. Episode tentang Raja hutan/Singa. Si singa dengan memakai mahkota raja di kepala, di perjalanan menuju rumah si Beruang bertemu Marsya. Menurut Marsya, sesosok raja tidak pantas mencuci piring, pergi memancing, bahkan sesosok raja tidak pantas di gigit nyamuk.

Menurut Marsya seorang raja haruslah angkuh, berwibawa, sejahtera, segala kebutuhan di penuhi, harus aman dari segala macam bahaya, dan penghinaan, dll. Awalnya episode ini begitu jorok dan menyebalkan. Saya menonton bersama anak perempuan saya yang berumur 5 tahun, yang biasanya sering bertanya apa yang ia lihatnya. 

Saya sedikit suka dan mengerti simbolis, karena suka mengkaitkan yang rumit menjadi simple. Episode Raja hutan tersebut sangat mencerminkan tentang apa yang sedang terjadi di banyak negara saat ini. Mirip-mirip lah seperti pejabat semprul di negri entah-berantah ini.

Begitulah saya mencoba menangkap kepadatan, menocokologikan antara penglihatan dengan pemikiran. Kuterjemahkan agar menjadi sesuatu dan tidak menguap begitu saja. Tentang maksud tujuan ini, kenapa semua ini harus terjadi kepada diriku. Kenapa bisa begini-begitu.

Dulu saya menganggap percuma gelar sarjana dan waktu kuliahku, di sana begitu lama dan  membosankan, tak jelas jungjrungannya. Namun bila di fikir-fikir lagi, mungkin karena dulu aku kuliah makanya sekarang jadi pengangguran. 

Coba kalo dulu gak kuliah, mungkin sekarang saya menjadi ojol, kurir expedisi, jaga warung, atau kasir indomart. Untung dulu saya bego pendidikan, coba klo pinter mungkin sekarang jadi pejabat dan banyak utang.

Kadang apa-apa yang terjadi dulu, baru terasa khasiat nya sekarang. Mungkin bagi mereka yang mau berfikir. Bagi orang bodoh nan linglung, mungkin tak sampai mempertanyakan asal-usul dan sebab-musabab hidup ini mengapa begini-begitu. Terserah saja sih, asal jangan banyak mengeluh.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline