Lihat ke Halaman Asli

100 Pelukis Pameran di Taman Makam Pejuang '45

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

100 pelukis Pameran Di TAMAN MAKAM PEJUANG’ 45, Gamping, Sleman, Jogyakarta

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="helm pejuang"][/caption]

Sekali lagi, “ gerombolan gerilyawan” seniman lukis segala usia bersatu dan mempersembahkan ziarah budaya di area Taman Makam Pejuang ‘ 45, desa Balecatur, kecamatan Gamping, Kabupaten sleman, tepi jalan raya Jogya- wates, km 8.5. makam yang terletak diperbukitan ini dilola oleh Yayasan TMP 45. Di buka sejak tahun 80-an dan kini telah disemayamkan 300 nisan makam pejuang, sebagian berdampingan dengan pasangan hidupnya.

Persembahan ziarah budaya diberi titel: “ Detak-Desah Ziarah Rupa” , dimulai tgl 1 – 8 nopember 2011.Pameran lukisan di makam pejuang ,jarang terjadi, apalagi pejuang bangsa yang “ tak sempat” dimakamkan di Taman Makam pahlawan.

Godod Sutejo,pemprakarsa gagasan cemerlang ini mengatakan pada penulis : “ Jujur saja, ini merupakan salah satu daripada cara kami para seniman/ perupa di dalam megisi peringatan Hari Pahlawan. Dengan segala kerendahan hati, kami ingin mengenang jasa para pejuang dengan cara mengajak masyarakat melakukan ziarah budaya,menyaksikan lukisan di area terbuka kompleks makam. Kami semua tidak akan pernah bisa bebas berkreasi menghasilkan karya seni tanpa jasa perjuangan para Kusuma Bangsa. Kami membuat pameran sekalian merenung dan merefleksikan kehidupan. Hidup itu sendiri adalah “ perjuangan..”Godod Sutejo juga menjabat coordinator Perupa peserta pameran ini.

Pameran lukisan dan seni apapun sebenranya bisa dimana saja. Sudah biasa senirupa memanfaatkan ruang terbuka. Alam semesta yang terkembang luas ini adalah karya besar dan maha dasyat, berupa karya agung senirupa. Seni instalasi, seni kontemporer, seni avant garde, seni kontekstual, seni rupa out door, seni instalasi bunyi dan masih banyak lagi seni yang lain,sebenarnya seluruhnya berakar dari tradisi umat manusia.

Leluhur manusia ,manusia prasejarah, adalah seniman sejati. Karya mereka tergores di dinding goa, “ rumah singgah” mereka. Arca dan relief pada candi-candi yang tersebar diseantero negeri, pada sejarah awal peradaban, adalah pahatan ulung tangan seorang creator seni mumpuni yang mengabdi hingga kini dan nanti. Semua ada di depan kita.di antara lembah ngarai dan lekuk pegunungan dan tebing terjal. Seni pertunjukkan, seni batik, juga banyak digelar di ruang terbuka, yang memerlukan kerjasama pewarnaan dan kolaborasi antara alam,air dan cahaya matahari. Bahkan petanipun menhadirkan “seni instalasi”, berupa bonekasawah untuk mengusir burung dan hama padi.

Komplek per-candian, patung, relief, adalah karya seni rupa terbesar bangsa ini di masa lalu hingga kini.. sebagian besar dalam tradisi hindu, disitulah dimakamkan raja dan orang terkenal di jamannya. “ Kakawin Negarakertagama” (Empu Prapanca, 1365) di tulis pada jaman raja Hayamwuruk di Majapahit,disebutkan sejumlah candi-candi makam. Di candi,raja menggear upacara Srada ( Srada,menyadra,melakukan sadra, nyadran,sadranan).

Bisa diduga dalam sementara, batu isan (miniature candi) yang masih bertebaran di makam-makam adalah “miniaturisasi” dari tradisi candi. Bahkan sangat mungkin proses derivative dari tradisi purba,susunan batu ber-undak era meghalitikum. Di jawa,dikenal istilah chandi untuk pengganti penyebutan titik tanda makam seseorang/nisan. Penisanan pertanda pengabdian. Jadi orang meninggal pun masih membawa-bawa ke-senirupaan.

Berangkat dari sinilah, bisa dikatakan makam dan senirupa itu sesuatu yang “ berhubungan” sejak lama. Jika lukisan dianggap sebagian hidup dari kesenirupaan,maka memajangnya di area terbuka dekat makam,bukan peristiwa yang luar biasa dan mengejutkan. Di makam-makam Tionghoa,dan juga banyak makam di bumi belahan sana, juga mudah dijumpai sususan batu ber-undak,patung, relief,graffiti ada unsur seni digoreskan disini.

Godod menambahkan “ dengan dan dalam konteks seperti itulah, seniman menyertakan karya tidak mu gkin asal-asalan. Alasan sederhana, Pameran ini serius untuk hal-hal yang serius. Landasan kesejarahan budaya, motif luhur penyelenggaraannya dan kehormatan lokasi,menggerakkan daya pilih dan pihak penyaji yang tentunya yang terbaik. Karena itu secara umum karya-karya lukis yang dipamerkan relevan dan pantas disaksikan. Yang terpenting ada sentuhan seni di hari Pahlawan. Ada yang dikenang dan mengenang. Dari sini ada yang bisa dijadikan kenangan. Yaitu : lukisan.” Tambahnya: “ Pameran serius yang membungkus upaya gerakan seni sebagai medan- juang yang tak kalah menantang. Para perupa, rupanya ingin menimba spirit para pejuang dan pendahulu yang rela berkorban dan pantang menyerah….”

Ada romantisme perjuangan. Ada keindahan dalam perjuangan. Ada kenangan dalam perjuangan. Alangkah menariknya,jika keindahan perjuangan itu tercatat dalam goresan tangan para seniman. Bersamaan dengan itu, dan karenannya pula, sentuhan-sentuhan seni rupa, di antaranya lukisan, tidak ada salahnya memberi warna penziarahan sebagai ziarah budaya, ziarah rupa. Suatu persembahan seni di tengah prosesi merenung, refleksi, hening, tafakur runduk dan takzim. Warga Jogya, sleman dan sekitarnya, datang dan apresiasikanlah semangat juang saudara dalam menyosong era perjuangan baru dan kebersamaan yangbeberapa saat ini mungkin menjelang layu dan semu.v




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline