Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Mereka Pahlawan Literasiku

Diperbarui: 18 Agustus 2019   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pict: radioidola.com

Berbicara tentang pahlawan seakan tak ada akhirnya. Sebenarnya tak hanya ketika dalam momentum perayaan hari kemerdekaan, pahlawan baru disebut- sebut.

Pahlawan bisa meliputi banyak bidang. Olahraga, kesenian, agama, bela negara, sosial dan sebagainya. Semua orang bisa saja disebut sebagai pahlawan.

Guru, adalah pahlawan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Dari didikannya para siswa bisa baca, tulis, hitung dan meraih cita- cita. Guru adalah inspirator, motivator bagi siswa.

Dua nama guru dari SD yang sangat berkesan yaitu almarhumah Bu Binti dan Bu Khoyim. Bu Binti adalah guru ketika di kelas I. Beliaulah yang melatih baca, tulisku. Jika tak ada beliau, tak mungkin aku bisa menulis rapi. Ya...meski kerapiannya kalah dengan saudara kembaku.

Berkaitan dengan tulis menulis, tahun delapanpuluhan sampai sembilan puluhan sering ada lomba. Kalau tak keliru ada lomba menulis tegak bersambung atau menulis halus. Aku jelas kalah dengan saudara kembarku. Tulisan kembarankulah yang dikirim ke perlombaan itu.

Aku sendiri juga tak iri dengan hal itu. Karena menulis tegak bersambung memang sulit. Bisa terbaca Bu Binti saja sudah Alhamdulillah. 

Bu Binti sering melaporkan kemampuanku dan kembaranku. Beda, begitu cerita bu Binti. Tak apa. Kalau kembar apa harus sama semua? 

Aku sendiri heran. Sejak dulu tak merasa bersaing dengan kembaranku. Aku tak pernah bertanya pada teman lain yang juga kembar. Tapi kupikir juga sama saja.

Meski dalam menulis tegak bersambung lumayan jelek, namun menginjak di kelas atas, kalau tak kelas 4 ya kelas 5, ada seleksi lomba mengarang. Oleh bu Khoyim, guru Bahasa Indonesiaku, aku dan kembaranku diminta menulis karangan dengan batasan tulisan minimal tiga lembar kertas folio bergaris. Namun aku tak ingat, apa temanya. Saking lamanya.

Lalu dari karanganku dan kembaranku, dipilih salah satu yang menurut bu Khoyim sesuai kriteria perlombaan. Aku tak masalah kalau misalnya karangan yang dikirim ke panitia lomba adalah karangan kembaranku.

Namun tak kuduga, karangan yang bisa kubilang benar- benar mengarang, dikirim ke panitia lomba. Aku cukup senang. Entah bagaimana hasil lombanya tak kupikirkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline