Lihat ke Halaman Asli

Johny Sompret

No messenger was install

Pelarangan Rokok Elektrik, Efektifkah?

Diperbarui: 15 November 2019   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://www.stopsmokingleic.co.uk

Bagaimana cara menanggapi spekulasi liar tentang isu pelarangan vape? Sebagai user saya tetep keep calm and always makan klepon, bola panas ini sengaja digulirkan pihak tertentu. Sengaja memang karena ada yang gerah wacana kenaikan cukai rokok dirasa diskriminatif. Tujuan akhir sebenernya bukan melarang karena vape disini sudah ada pakta legalitas dari cukai. Dalam hal ini pemerintah sebagai pengambil kebijakan, menurut mereka dituntut harus adil, kenaikan cukai mesti juga diberlakukan untuk produk vape. 

Kelompok anti vaping yang sejak awal kurang setuju keberadaan teknologi pengganti rokok ini mendapatkan panggungnya kembali. Kasus yang relevan dengan isu kesehatan vape digoreng, tujuannya untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat umum secara luas. Arah anginnya mudah diprediksi, semua pemberitaan terkesan cover both story. Vape secara umum dianggap berbahaya tanpa penjelasan dan fakta penyebab kejadian yang sebenarnya. 

Polarisasi media terkait berita rokok elektrik bukan hal yang baru. Dari awal kemunculan, vape sudah sering diserang dengan isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis. Medsos menjadi ajang pencarian bakat vaper emosional, pemberitaan miring vape dijadikan umpan. Komentar vaper asal njeplak, minim argumen menjurus ad hominem, bahkan tidak jarang dihiasi kata-kata 'mutiara' yang kurang etis. Semua itu dikumpulkan dalam catatan perilaku yang nantinya bisa digunakan sebagai alasan pendukung kenapa vape harus dilarang. 

Bagaimana kalau vape beneran dilarang? Menurut saya wacana ini agak mustahil. Pemerintah juga tidak mau sembrono bikin kebijakan, karena potensi devisa yang bisa didapat dari industri ini lumayan besar. Rasionalitas ilmiah vape sebagai produk yang berbahaya juga masih kurang bukti-bukti empiris. Zat-zat yang terkandung di dalam vape legal sebagian juga ada di dalam makanan/minuman yang kita konsumsi harian. Senyawa lain dari material device yang mungkin akan terurai akibat pemanasan juga sudah diantisipasi dengan adanya fitur proteksi di dalam device. 

Jadi, semua kasus kesehatan akibat penggunaan vape di belahan dunia manapun, kemungkinannya hanya dua, yaitu akibat penyalahgunaan atau alergi bawaan orok karena sistem imunitas tubuh menolak zat-zat yang terkandung di dalam vape. Penyalahgunaan mayoritas disebabkan karena faktor kurangnya pemahaman dalam penggunaan, ini kaitannya dengan kualitas SDM individu dalam mencerna teknologi baru yang dipakai. 

Selain itu, pemicu penyalahgunaan bisa juga datang dari luar. Faktor ekstern ini sedikit berbahaya, yaitu pelaku bisnis vape ilegal. Produk vape black market, khususnya liquid rawan disusupi bahan-bahan yang bisa membahayakan kesehatan. 

Semua kasus kematian akibat vape di US faktanya memang karena penggunaan THC (bahan psikoaktif dalam ganja) di dalam liquid. Liquid yang mengandung THC diperoleh dari para pengedar di jalanan. Konsumennya sebagian besar anak-anak di bawah umur yang secara regulasi belum tergolong usia legal vaping. 

Kasus-kasus penyalahgunaan seperti itu yang mestinya dijadikan perhatian pemerintah, melarang bukan solusi akhir yg tepat untuk memecahkan masalah. Membatasi masih realistis, tapi kalau melarang justru makin liar. Vape terbukti secara medis mampu meminimalisir dampak kesehatan akibat konsumsi rokok. Membuat penggunanya lebih bergairah secara fisik tanpa paparan TAR, karbonmonoksida dan zat karsinogenik pemicu kanker. 

Vape juga memberikan lapangan pekerjaan baru, munculnya industri-industri kreatif lokal minimal membantu pemerintah mengatasi masalah pengangguran nasional. Inovasi teknologi sampai kapanpun tidak akan bisa dilarang, semua kembali lagi ke penggunaannya. Sebuah pisau bisa dijadikan alat yang berguna untuk memasak, tapi bisa merugikan orang lain jika digunakan sebagai alat penodong di pasar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline