Lihat ke Halaman Asli

Ketika Hujan Turun dan Ranting Pepohonan Mulai Berayun Ditiup Angin

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika hujan turun dan ranting pepohonan mulai berayun ditiup angin, banyak hal yang aku rindukan darimu, seseorang di masa lalu. Ya, kamu yang telah menularkan virus merah jambu padaku beberapa waktu dulu. Virus yang mampu mengganti mendung di hati menjadi pelangi, yang sanggup merubah badai menjadi damai.
Ketika air hujan itu jatuh ke tanah dan membuat basah tanaman dan rerumputan di pekarangan, tidakkah kamu juga menyadari ada sebagian dari air yang tetap tergenang, tak terserap oleh tanah dan tak juga masuk ke selokan atau pun gorong-gorong? Seperti itulah rasa rinduku dulu. Tak tahu harus aku alirkan ke mana, juga tak mampu mencari tempat yang sanggup menampungnya.
Ketika melihat langit mencurahkan hujan sejadi-jadinya seperti hari ini, aku teringat saat di mana aku melihatmu untuk pertama kali dari balik rimbun pepohonan tempat aku berteduh. Sampai pada akhirnya aku beranikan untuk berkenalan dilanjutkan bertukar nama, hobi dan cita-cita.
Setelah berhasil mengumpulkan seluruh keberanian, akhirnya aku sampaikan beberapa pertanyaan,
” Kapan aku bisa mengajak kamu jalan berkeliling taman kota atau ke kebun binatang untuk sekedar menyapa hewan-hewan?”
“Tunggu sampai saatnya tiba.”, jawabmu kemudian.
“Kapan itu?”
“Sampai seragam biru ini berubah menjadi abu-abu. Mau menunggu?”

Aku mengangguk pelan sembari isi kepala ini menghitung segala kemungkinan yang akan terjadi dua tahun ke depan.

Karena menunggumu seperti menunggu hujan, tidak tahu kapan akan datang dan tidak tahu kapan akan pergi.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline