Lihat ke Halaman Asli

aris moza

menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

Menawar Dagangan

Diperbarui: 24 November 2020   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam dunia transaksi jual beli. Tawar menawar adalah hal yang biasa terjadi. Apalagi transaksi di pasar tradisional gaung suara saling tawar menawar berdengung bagaikan suara koloni lebah.

Tidak ada yang salah tentang proses tawar menawar. Selama hal itu saling menguntungkan dan tidak ada pemaksaan, semua itu sah-sah saja.

Terkadang kita merasa terpuaskan. Ketika berhasil melakukan tawaran dengan nilai transaksi serendah-rendahnya. Lalu pernahkah kita berpikir, kenapa kita musti menawar serendah-rendahnya?

Sepintas kita telah menuduh pedagang telah melakukan kecurangan dengan mengambil keuntungan yang berlipat-lipat. Sehingga kita perlu meneken dengan tawaran semurah-murahnya. Lalu ketika kita berhasil menawarnya, kita merasaenang mengalahkan pedangang.

Padahal barang-barang yang dibelipun bukanlah barang-barang istimewa atau mahal atau hanya seiket sayuran. Keuntungannya yang tidak seberapa itu harus ditawar dengan harga serendah-rendahnya. 

Okelah pedagang itu masih mendapatkan keuntungan, tapi berapa sih keuntungannya? ah harusnya untung 3Rb jadi untung 1Rb karena kerewelan pembeli.

Saya pernah mengalami menjadi pembeli yang terlalu gegabah, menawar harga. Seolah tidak peduli dengan penjualnya.

Waktu saya ditugasi bekerja di wilayah Kuningan Jakarta Selatan sekitar tahun 2015. Saat pulang kerja dan melintasi JPO ada seorang Nenek sedang berjualan peyek.

Karena kebutulan sudah lama tidak menikmati renyahnya peyek, Saya pun membelinya. "ini berapaan" kataku. Lalu nenek pedagang menjawab "2 Bungkus 15rb Nak" sambil tersenyum menyodorkan 2 bungkus peyek. singkatnya Saya menawar peyek itu jadi 10rb dan Nenek menerimanya, dan kuserahkan uang lembaran 10rb.

Sesampainya di Kost, ada perasaan mengganjal dihati. Kenapa saya harus menawar dagangan Nenek-nenek itu, termenung memikirkannya. Menyadari sebuah prilaku aroganisme dalam diri, merasa superior ketika menjadi seorang pembeli. Mungkin karena saking melekatnya konsep pembeli adalah raja. Padhal dengan kasat mata saja sudah bisa dilihat keuntungan dari penjualan peyek.

Aku begitu mudah menawar harga, kepada orang tua, pedangang keliling yang bisa jadi  sangat mengharapkan dibeli.  Padahal ketika, Aku membeli makanan di cafe atau Mall. Tidak terbesit pikiran untuk menawar. Terima saja, bayar cash tanpa berpikir makanan itu terasa lebih mahal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline