Lihat ke Halaman Asli

Orang Koplak Naik Haji

Diperbarui: 30 Oktober 2015   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Terus terang (atau boleh dibilang terang terus) kalo judul ini terinspirasi dari judul “Orang Jawa Naik Haji” karangan sastrawan kita, Danarto. Mekipun rada gag sreg benernya untuk memakainya, tapi daripada pusing mikirin judul, ya sudahlah….

Tentang “Orang Koplak”, ya jelas itu bukan tetangga saya atau tetangganya orang lain. Gak usahlah itu didiskusikan lagi. Rasanya hal ini sudah jelas, apa-siapanya. Ya sudahlah (juga)…

Lantas tentang “Naik Haji”.Nah, inilah yg rada gag sreg. Kata “Naik Haji” ini rasanya terjemahan dari kata “Munggah Kaji (Jawa)” atau “Munggah Haji (Sunda)” yg punya arti “mencapai suatu yg lebih tinggi”. Susahnya, terjemahan kata ini dalam bahasa Indonesia punya konotasi lain yg dalam bahasa Jawa atau Sunda jelas-jemelas harus ditulis dengan “numpak”. Ah, bukan ahli bahasa ini, jadi ,…….yaaaa sudahlah (juga-juga)

Ini hanyalah sebuah catatan ringan dari perjalanan berhaji si Orang Koplak di musim haji 2014 (1435H), tahun ini. Perjalanan ritual yg berat dan penuh makna spiritual, tapi punya sisi lain yg menyenangkan dan koplak……….

Bab Berjenggot.

“Selama perjalanan berhaji, sediakanlah kesabaran sebanyak bulu di badan” petuah sang Ustad sebelum si Orang Koplak berangkat. Inilah yg sangat mengganggu pikiran : ‘bagaimana caranya?’. Pan dari sononya si Orang Koplak ini samasekali bukan orang penyabar?. Kelakuan yg sedikit-sedikit kluarin clurit, rasanya semua orang tau. Lantas solusi yg sesuai dengan pikiran pendek si Orang Koplak, ya sederhana saja.

“Perbanyak saja bulunya”. Beres!.

Dan sejak 4 bulan sebelum berangkat, si Orang Koplak pun sengaja tak bercukur dan membiarkan jenggot dan cambangnya tumbuh semaunya. Hasilnya? Sukses besar!. Sukses besar secara mengerikan, maksudnya…..

Tapi ternyata jenggot dan cambang ini banyak menimbulkan masalah. Masalah lucu tapi menjengkelkan (atau malah menjengkelkan tapi lucu, tergantung dari sisi mana yg melihatnya).

“Are You Hindi?”

Kata si orang Pakistan (atau “Are You Pakistani?” kata si orang India) sok tau. Tadinya heran juga kenapa si Orang Koplak gag pernah dibilang orang Bangla (Desh). Tapi lama-lama tau juga, karena orang Bangla kebanyakan mengecat jenggotnya dengan warna merah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline