Lihat ke Halaman Asli

Maafkan Saya...

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini saya buat sebagai permohonan maaf atas pikiran-pikiran keliru saya, atas sempitnya cara saya memandang, atas perasaan (maaf) meremehkan yang pernah bersemayam dalam diri saya terhadap Anda semua para pekerja, para pegawai kantoran baik swasta terlebih negeri.

Tentu wiraswasta, begitu jawab saya dahulu jika seseorang bertanya "mana yang lebih baik, menjadi pekerja pegawai kantoran atau berwiraswasta ?". Alasan saya sederhana, dengan menjadi wiraswastawan peluang untuk menjadi kaya jauh lebih besar, bukankah sembilan dari sepuluh pintu rizki itu adalah lewat perniagaan ? Jadi saya berpikir orang yang mau bekerja pada orang lain adalah orang (maaf) bodoh, bagaimana bisa ia rela menerima sejumlah uang yang tetap jumlahnya (seringkali tidak sepadan) dengan menggadaikan waktu, tenaga dan pikirannya sambil berharap untuk bisa menjadi kaya?. Begitulah perasaan yang sering muncul setiap saya melihat para pekerja atau buruh pabrik di daerah saya. Atau, "ah, paling hasil korupsi...memang berapa gajinya sebulan ? bagaimana bisa ia membeli rumah, mobil yang harganya ratusan juta?", itulah tuduhan yang sering muncul dalam hati ini jika melihat pegawai negeri yang kaya hidupnya. Pendeknya, bagi saya wiraswasta adalah yang terbaik. Ini semua dipertajam dengan tayangan-tayangan televisi favorit saya tentang wiraswasta, peluang usaha yang isinya selalu mendorong seseorang untuk memulai hidup baru dengan meninggalkan pekerjaannya, beralih menjadi pengusaha. Dan seringkali menggunakan kata-kata yang semakin membuat saya merasa nyaman dengan perasaan merendahkan itu.

Saya berpikir (dengan sempit dan piciknya), bahwa uang adalah ukuran segala sesuatu. Saya mengukur dan menilai hanya dari jumlah uang. Bagi saya, seseorang yang bekerja seharian penuh tapi rela digaji sangat sedikit adalah orang (maaf) bodoh. Bagi saya, orang yang mau bersusah payah menggendong dagangannya keliling kampung padahal hasilnya tidak seberapa adalah orang (maaf) bodoh. Uang, uang dan uang...selalu begitu saya menilainya. Tetapi saya salah, benar-benar salah, persoalannya bukan terletak pada bentuk aktifitasnya. Melainkan pada bagaimana kita menjalani aktifitas tersebut. Seorang satpam yang penuh dedikasi dan tanggung jawab menjalankan profesinya menjaga keamanan jauh lebih baik daripada seorang pengusaha yang tidak jujur, merusak pasar, menjalankan praktik monopoli tidak peduli seberapa besar perbedaan penghasilan mereka. Seorang pegawai yang dengan susah payah menjaga integritasnya menjunjung kejujuran tentu lebih mulia daripada seorang pengusaha yang melakukan penindasan, intimidasi, kolusi serta suap untuk mendapatkan proyek garapan, tidak peduli seberapa jauh perbedaan penghasilan mereka. Sekali lagi bukan seberapa banyak yang kita hasilkan, tetapi adalah cara apa dan bagaimana yang kita pakai untuk menghasilkan itu. Bukan dimana dan kepada siapa kita belajar, tetapi bagaimana kita belajarlah yang menentukan keberhasilan kita.

Akan butuh waktu bagi saya untuk merubah persepsi yang sudah mengakar (walau tanpa saya sadari) dalam diri saya ini. Namun, saya akan berusaha untuk menjadi orang yang lebih menghargai orang lain bukan semata-mata menilainya dari sudut pandang materi. Meski pemahaman saya yang baru (saya bersyukur mendapatkannya) ini justru membuat saya semakin bersemangat untuk bekerja sesuai cita-cita saya, menjadi seorang wiraswastawan. Semoga saya bisa lebih menghargai orang-orang yang bekerja bersama saya nantinya, dengan memberikan imbal bailk yang layak yang mensejahterakan kehidupan mereka. Meski, sekali lagi materi bukanlah satu-satunya ukuran.

Sekali lagi saya memohon maaf dan saya menyampaikan penghormatan saya kepada Anda semua, para pekerja yang penuh dedikasi dan tanggung jawab moral menjalankan profesi Anda, kepada para pegawai yang menjunjung integritas moral dan kejujuran dalam pekerjaan Anda. Dan kepada para pengusaha tidak peduli kecil atau besar yang tetap berusaha menjaga kejujuran tidak peduli seberapa ketatnya persaingan usaha, meski untuk itu Anda mungkin tidak mendapatkan keuntungan. Saya angkat topi untuk Anda semua.

Dan terimakasih karena saya sudah belajar banyak hal dari Anda semua. Salam

J. Alamsyah, Kediri, artikelwirausaha.com

Berbagi tak pernah rugi, silakan menyebarluaskan tulisan ini dengan tidak merubah apapun didalamnya

Lihat tulisan lainnya, silakan klik disini




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline