Lihat ke Halaman Asli

Isti Sanver

Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Komunikasi dan Sosial Politik, Universitas Sains Al-Qur'an Jawa Tengah

Sikap Indonesia sebagai Presidensi G20 Terhadap Konflik Rusia-Ukraina

Diperbarui: 14 Juli 2022   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik yang terjadi antara negara Rusia dengan Ukraina sudah terjadi sejak lama jika dilihat dari sejarah yang terjadi antara kedua negara tersebut. Pada Perang Dingin yang terjadi di tahun 1990, Rusia dan Ukraina menjadi satu bagian dalam negara federasi yaitu Uni Soviet, sebelum akhirnya bubar pada tahun 1991. Perlu diketahui bahwa sebelumnya negara Rusia dan Ukraina memiliki hubungan erat. Bahkan di tahun 1997 tepatnya pada bulan Mei, Rusia dan Ukraina membuat sebuah perjanjian persahabatan dengan menandatangani perjanjian tersebut. 

Sebelum akhirnya terjadi konflik, salah satunya dikarenakan pemimpin Ukraina (sekarang) lebih dekat dengan negara Barat bahkan ingin menjadi bagian dari NATO (North Atlantic Treaty Organization), sedangkan Rusia sendiri tidak masuk ke dalam organisasi tersebut. Bahkan menjadikan NATO sebagai salah satu musuhnya. 

Konflik tersebut meregang tepatnya di tahun 2014 yang pada saat itu terbentuk sebuah revolusi penentang dari supremasi Rusia. Sempat terjadi kerusuhan ketika massa Antipemerintah Ukraina dapat menurunkan secara paksa presidennya sendiri yang bernama Viktor Yanucovych karena mendukung Rusia. Kerusuhan tersebut berhasil dihentikan tepatnya pada tahun 2015 dengan sebuah perjanjian /kesepakatan Minsk. 

Bahkan ketika Ukraina mengalami kekosongan pemerintahan karena turunnya presiden Viktor Yanucovych, Rusia mengambil alih Krimea. Tidak hanya itu. Rusia bahkan mendukung dengan munculnya gerakan separatis di Ukraina bagian Timur, yaitu Donetsk dan Luhansk.

Konflik Kembali meregang tepatnya pada tahun 2021 dikarenakan adanya isu mengenai serangan bergulir pada bulan November 2021. Pernyataan bahwa rusia akan melakukan serangan pada Ukraina disampaikan langsung oleh Intelijen Barat. Rusia sempat mendapatkan peringatan sanksi ekonomi barat apabila isu serangan benar adanya. Hal tersebut disampaikan langsung oleh pimpinan dunia (presiden Amerika Serikat) yang Bernama Joe Biden pada bulan Desember lalu. 

Tidak hanya Joe Biden, bahkan presiden Emmanuel Macron (Prancis) dan Recep Tayyip Erdogan (presiden Turki) turut membantu dalam menginisiasi perundingan yang dilakukan kedua negara tersebut (Rusia-Ukraina). Ketika dilakukan wawancara, pimpinan Rusia yakni Vladimir Putin menolak adanya isu penyerangan terhadap Ukraina. 

Vladimir Putin memberi pernyataan bahwa Rusia siap mencarikan solusi atas persoalan mereka, dan tidak akan terjadi penyerangan terhadap negara Ukraina. Namun pernyataan Vladimir Putin tersebut tidak sesuai karena Rusia melakukan penyerangan terhadap negara Ukraina. Terjadi ledakan di berbagai titik termasuk (Kota Ukraina), salah satunya ialah Kyiv. Motif dari penyerangan tersebut ialah untuk melakukan pembelaan terhadap gerakan separatis di negara Ukraina bagian timur. 

Dugaan bahwa serangan yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina tersebut karena keinginan Rusia untuk melengserkan pemerintahan Kyiv menggunakan cara kemiliteran, agar kepemimpinan di negara Ukraina berganti menjadi pro negara Rusia. Pelanggaran yang dilakukan Rusia tersebut bahkan dapat membuat ancaman perdamaian bahkan stabilitas yang terdapat di benua Eropa. Hal tersebut dikarenakan Ukraina sendiri masuk kedalam anggota PBB (merdeka dan berdaulat).

Dampak yang terjadi dari konflik antara Rusia-Ukraina berdampak pada beberapa sektor diantaranya ialah, sektor ekonomi dunia, sektor politik, terorisme bahkan pengendalian senjata. Konflik juga dapat menjadikan hubungan antara negara Amerika Serikat dan Rusia menjadi buruk. Akibatnya adalah dapat terjadi inflasi, kenaikan bunga, krisis energi, krisis kemanusiaan, bahkan krisis pada bidang pertanian. 

Dampak dari konflik antara Rusia-Ukraina terhadap perekonomian dunia sangat substansial. Hal tersebut dikarenakan kedua negara (Rusia-Ukraina) merupakan produsen dan juga eksportir pada beberapa komoditas seperti batu bara, minyak mentah, gas alam cair, seed oil, gandum, dan jagung. Maka dari itu efeknya dapat dirasakan secara global, terutama pada tekanan inflasi. 

Naiknya harga komoditas pada bagian batu bara (non-migas) dan juga minyak sawit mentah (CPO) akan sangat dirasakan di negara Indonesia. Dari kondisi serta beberapa dampak tersebut, bagaimana sikap Indonesia terhadap konflik Rusia-Ukraina disamping Indonsia yang saat ini menjabat sebagai presidensi G20?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline