Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Local Wisdom Orang Sunda, Penangkal Intoleransi di Jawa Barat

Diperbarui: 8 Juli 2022   05:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

H.M. Rafani Achyar, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat. Foto: Didik Wiratno

Silih asih, silih asah, dan silih asuh. Itulah salah satu filosofi hidup orang Sunda, yang menjadi perekat keseharian warga Jawa Barat. Itu pula yang menjadi benteng pertahanan mereka, agar tidak terpapar perilaku intoleransi serta paham radikalisme. Tapi, kenapa indeks toleransi di Jawa Barat disebut rendah?

Sinergi Agama dan Local Wisdom

Orang Sunda adalah sebutan untuk mereka yang berasal dari Provinsi Jawa Barat. Di berbagai kesempatan, wilayah Jawa Barat, juga dikenal dengan sebutan Bumi Parahyangan. Sebutan itu berasal dari bahasa Belanda Preanger. Kita tahu, Parahyangan merupakan wilayah pegunungan di Jawa Barat, yang menyajikan sangat beragam keindahan alam.

Pada tahun 1956, budayawan Ajip Rosidi menuliskan sajak Tanah Sunda. Melalui karya sastra tersebut, ia menggambarkan keindahan Jawa Barat serta perilaku orang Sunda yang mendiami Bumi Parahyangan. Ini petikannya:   

Kemana pun berjalan, terpandang
daerah ramah di sana
Kemana pun ngembara, kujumpa
manusia hati terbuka
mesra menerima.

Berpuluh tahun kemudian, tepatnya pada Senin, 4 Juli 2022, perilaku orang Sunda kini, diungkapkan Rafani Achyar dengan jernih. "Jawa Barat itu sangat luas dan sangat padat penduduknya. Secara sosial, sangat heterogen. Warga dari berbagai suku dan agama di tanah air, leluasa bermukim di Jawa Barat," ungkap H.M. Rafani Achyar, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat.

Dengan kata lain, manusia hati terbuka dan mesra menerima, sebagaimana digambarkan budayawan Ajip Rosidi, masih terasa hingga kini. Agaknya, memang demikianlah realitas yang sesungguhnya. Bahkan, sebagaimana dituturkan Rafani Achyar, "Meski FKUB didirikan oleh tokoh agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, tapi kami juga merangkul tokoh Sunda Wiwitan sebagai bagian dari FKUB."   

Sejumlah literatur mencatat, Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat suku Sunda. Kepercayaan itu telah ada sebelum datang ajaran Hindu, Buddha, dan Islam ke Jawa Barat. Hingga kini, pengikut Sunda Wiwitan bermukim di wilayah Kasepuhan Ciptagelar, Cisolok Sukabumi, Kampung Naga Tasikmalaya, Cigugur Kuningan, Desa Adat Cireundeu Cimahi, dan Kabupaten Bogor.

"Kami di Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat, senantiasa merawat kearifan lokal, yang kerap disebut sebagai local wisdom," ungkap Rafani Achyar. Kongkritnya, ia menjelaskan, "Kearifan lokal silih asih, silih asah, dan silih asuh misalnya, diterima serta dipahami oleh semua penganut agama dan kepercayaan di Jawa Barat, sebagai perekat sesama."

Dari berbagai diskusi dan interaksi dengan para penganut agama dan kepercayaan di Jawa Barat, Rafani Achyar menyebut, warga meyakini bahwa local wisdom tersebut, menjadi salah satu benteng pertahanan warga, agar tidak terpapar perilaku intoleransi serta paham radikalisme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline