Lihat ke Halaman Asli

Aceh: Referendum Digelar, Teror Ditebar

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13684964251761282206

[caption id="attachment_253923" align="alignnone" width="600" caption="Sumber: Koran Serambi"][/caption]

Tanggal 19 Mei 2013 yang akan datang, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Aneuk Nanggroe Aceh Peduli Damai merencanakan menggelar referendum untuk menuntut hak rakyat Aceh kepada Pemerintah Aceh atas poin-poin janji-janji politik yang kerap kali didengungkan pasangan Zaini Abdulah- Muzakkir Manaf semasa kampanye pemilukada Aceh  2012 lalu.

Poin-poin yang dimaksud antara lain;

1. Mewujudkan Pemerintah Aceh yang bermartabat dan amanah. 2. Mengimplementasikan dan menyelesaikan turunan UUPA. 3. Komitmen menjaga perdamaian Aceh sejalan MoU Helsinky. 4. Menerapkan nilai budaya Aceh dan Islam disemua sektor kehidupan masyarakat. 5. Menyantuni anak yatim dan kaum dhuafa. 6. Mengupayakan penambahan kuota jama'ah haji Aceh. 7. Memberangkatkan Jama'ah haji dengan kapal pesiar. 8. Naik haji gratis bagi anak Aceh yang sudah Aqil baligh. 9. Menginventarisir kekayaan dan sumber daya alam Aceh. 10. Menata kembali sektor pertambangan Aceh. 11. Menjadikan Aceh layaknya Brunai Darussalam dan Singapore. 12. Mewujudkan pelayanan kesehatan gratis yang lebih baik. 13. Mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri. 14. Pendidikan gratis dari SD sampai Perguruan tinggi dari dana hasil migas. 15. Memberikan Rp 1 juta/KK perbulan dari dana hasil migas. 16. Mengangkat tenaga honorer menjadi PNS. 17. Meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh.18. Membuka lapangan kerja baru dan memberikan kesempatan kerja bagi rakyat Aceh. 19. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat Aceh. 20. Memberantas kemiskinan dan menurunkan angka pengangguran. 21. Mengajak kandidat lain untuk sama-sama membangun Aceh.

Koordinator Forum, Tgk Hasnawi Ilyas menyatakan bahwa tuntutan referendum ini bukanlah untuk merdeka, melainkan menuntut kepada pemerintah Aceh untuk memenuhi janji-janji politik sebagaimana pernah diucapkan oleh para elit Aceh yang menduduki pemerintahan saat ini. Tuntutan ini sekaligus bertujuan untuk meluruskan poin-poin MoU Helsinki yang selama ini sudah melenceng dari tujuan sebenarnya karena dilakukan oleh para oknum eks kombatan yang justru berfikir hanya demi kepentingan kelompoknya.

Sementara rencana referendum digelar, teror kembali ditebar oleh kelompok tertentu di Aceh. Kemarin, sekitar pukul 15.00 penembakan kembali terjadi di Aceh di jalan Medan-Banda Aceh antara perbatasan Desa Paloh dan Blang Panyang, Kecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe. Korbannya kali ini adalah seorang pria yang mengendarai mini bus pengangkut barang grosir yang diberhentikan oleh 2 orang pengendara motor jenis satria. Korban diminta turun dari kendaraan oleh pelaku namun menolak dan hanya membuka kaca yang berakibat salah seorang pelaku menembakkan senjatanya sehingga berakibat korban mengalami luka-luka di dahi dan kepala. Korban selanjutnya dibawa ke rumah sakit PT. Arun.

[caption id="attachment_253925" align="alignnone" width="475" caption="Sumber: Tabloid Modus Aceh"]

1368496554583939886

[/caption]

Kejadian teror memang seolah tak pernah ada habisnya di negeri Syariah ini. Setelah sebelumnya pembunuhan terhadap salah seorang fungsionaris Partai Nasional Aceh (PNA), serta intimidasi terhadap seorang guru yang berniat untuk menjadi caleg PNA. Pihak kepolisian selama ini terkesan berusaha "menghindari" spekulasi adanya motif politik di balik aksi-aksi teror dan intimidasi yang ditebar di tengah masyarakat Aceh, sehingga persoalan-persoalan teror terus berulang dan tak kunjung usai.

Memang sejak para eks kombatan menduduki kursi tertinggi dalam birokrasi Aceh, kepentingan partai dan kelompok para eks kombatan ini kerap menjadi prioritas dalam kebijakan-kebijakan politik maupun penyelenggaraan pemerintahan, sehingga kerap kali menuai protes dari masyarakat. Seperti qanun Wali Nanggroe yang kontroversial dan qanun lambang dan bendera Aceh yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Bagi masyarakat yang takut maka akan duduk diam dan menghindari konflik sambil terus melanjutkan hidup, sementara masyarakat yang berani dan masih percaya bahwa keadilan perlu ditegakkan di bumi syariah ini, akan menuntut hak-haknya dan pertanggungjawaban pemerintah Aceh untuk memenuhi janji-janji politiknya. (atjehgroup)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline