Lihat ke Halaman Asli

Fisika Politik

Diperbarui: 7 April 2017   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Latar belakangKeilmuan kerap menyeret saya dalam mengartikulasikan isu serta definisi ke pemahaman matematis. Salah satunya adalah politik. Bila diibaratkan persamaan, Politik adalah sebuah Formula Umum dengan jumlah variabel yang bisa tak terhitung jumlahnya. Sistem kendali yang diukur secara eksak di dunia politik itu jadinya mustahil. Satu-satunya konstanta terukur hanya bahwa politik tak mengenal kawan dan lawan abadi, yang abadi semata kepentingan.

Seiring dengan kemampuan Sains memecah kebuntuan problematika hidup yang semakin mencengangkan, politik pun menjadi ruang yang karakteristiknya semakin kasat mata, utamanya dalam bagaimana membaca kesan publik dan menggelarnya diatas meja kalkulasi. Politik masa kini menghadap ke kiblat yang lebih saintifik dan menjelma ke arah Fisika Politik.

Fisika Politik sebagai sebuah istilah dari Jhon Protevi dalam karyanya Political Physic didefinisikan sebagai sebuah relasi fungsi dari berbagai kekuatan fisik aneka skala mulai dari perorangan, kelompok, partai politik, agama, pengusaha, kekuatan ummat (kelompok Agama), Militer, Teknologi, Bahkan Akademisi sebagai material penyokong pondasi suatu kekuatan politik. Potret yang masih basah dari memori kita tentulah Pilpres kemarin yang segenap kekuatan diatas beroposisi biner dengan saling serang antar kubu masing-masing.Lalu tibalah Detik-detik Pencoblosan Suara, Capres Jokowi-Jk dalam berbagai hitung survey terlihat unggul atas duet Prabowo-Hatta. Beberapa saat setelah Perhitungan Suara, Jokowi-JK langsung bertaklimat mengklaim kemenangan.

Dua fakta di dua kalimat terakhir diatas punya rentetan algoritma panjang bak kode pemrograman. Keperkasaan Jokowi merebut pucuk pimpinan negeri ini adalah upaya segenap dari tim suksesnya yang telah bekerja dalam ronde panjang semenjak Pilkada DKI di 2012 dengan alokasi sumber daya fisik/materi yang terstruktur dan massif. Jauh-jauh sebelum Pilpres, Jokowi seperti “seng ada lawan” menduduki Kursi presiden.Dalam konteks Ilmu Fisika, khususnya fisika klasik, Fisikawan Perancis Pierre Simon Laplace berteori bahwa tidak mustahil mengetahui keadaan akan datang jika semua gaya, posisi, dan momentum suatu benda/bisa diketahui. Fenomena Jokowi mengindikasikan hal itu, ketika hampir tak sedikitpun variabel kemenangan politik tidak diposisi Sang Aktor Blusukan ini. Itulah munkin ada seorang pengamat Politik sampai mempertaruhkan lehernya dipenggal jika Jokowi Kalah di Pilpres.

Tersisa sekarang menagih janji sang penghuni Istana merdeka itu kelak. Pengalaman Kepemimpinan yang lalu baik pusat maupun daerah hendaknya jadi sandaran tatkala masuk ke bilik suara 9 Juli lalu, bahwa Citra permukaan sekedar mengetuk rasa dan menarik secara emosional,tapi dibaliknya banyak diselubungi oleh kepalsuan dan janji-janji belaka, walau harus diakui pilihan setiap orang dalam konteks demokrasi bukan melulu rasionalitas. Terakhir, Ilmu Fisika kembali memperoleh benang merahnya disini, pada Teori Ketidakpastian Heidenberg.“Mustahil untuk bisa mengukur secara tepat posisi sekaligus momentum partikel yang bergerak. Apabila posisinya diketahui, maka momentumnya tidak akurat. Sebaliknya jika momentumnya diketahui, maka posisinya lah yang tidak akurat”. bila diterjemahkan dalam hidup keseharian bunyinya adalahmusykil setiap pilihan mengabaikan dua elemen vital, yakni akal dan perasaan. Keduanya langgeng beriring dalam irama mayor ataupun minor




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline