Lihat ke Halaman Asli

Ira Oemar

TERVERIFIKASI

Caleg Ini Anti Mainstream : Tak Mau Bagi-Bagi Apapun dan Tak Mau Merusak Pepohonan dan Mengotori Kota

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1396080978591883216

[caption id="attachment_317636" align="aligncenter" width="453" caption="headline kotaksuara.kompasiana.com | foto : article.wn.com"][/caption]

Sewaktu Admin Kompasiana mempublikasikan tulisan yang mengajak “Ceritakan Sosok Calegmu”, saya yakin tak bakal mengikuti topik itu. Sebab, caleg – DPRD Kota, DPRD Propinsi, DPR RI – yang berlaga di Dapil saya, sama sekali tak ada yang saya kenal. Meski mereka sudah berusaha mengenalkan dirinya dengan bergelantungan di pepohonan, tiang listrik, nempel di tembok dan pagar rumah orang, tetap saja tak membuat saya ingin mengenal lebih jauh sosok mereka. Bahkan 2 hari belakangan ini saya banyak jumpai spanduk yang mengajak “Coblos partai Anu nomor sekian. Si Fulan Presiden”. Sebuah spanduk ajakan memilih yang menyesatkan. Betapa tidak, ini sudah jaman Pemilihan Legislatif (Pileg) BUKAN lagi Pemilu Parpol. Yang dipilih adalah caleg, calon legislator. Dengan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak, maka semestinya dijalankan dengan jujur, maka caleg pilihan rakyatlah yang terpilih. Bukan seperti jaman ORBA dulu, yang menggunakan sistem proporsional tertutup, dimana pemilih cukup mencoblos gambar parpol, soal siapa caleg yang jadi nantinya, itu kewenangan parpol. Artinya : pemilih membeli kucing dalam karung, alias memilih caleg apa kata parpol yang mengusung.

Keputusan saya untuk tak menuliskan sosok caleg, berubah setelah Kamis malam saya menonton tayangan 3_60 di Metro TV. Segmen pertama mengupas soal dana kampanye para caleg yang luar biasa besar dan cara-cara kampanye mereka yang cenderung transaksional. Pokok bahasan adalah hasil survey LPEM UI yang menyatakan biaya kampanye caleg senilai Rp. 1,18 – 4,6 miliar tergolong masih wajar. Metro pun menemui salah satu caleg wanita yang setiap kampanyenya selalu ditunggu-tunggu warga. Berkerumun warga mendatangi dimana pun ia berkampanye. Ternyata si caleg ini selalu membagi-bagikan apa saja, entah pakaian, sembako bahkan uang. Caleg seperti itu tak sedikit, Metro pun menayangkan cuplikan gambar kampanye beberapa caleg dari berbagai parpol. Masyarakat sendiri tampaknya menganggap membagi-bagikan uang dan materi apapun selama masa kampanye sah-sah saja. Inilah yang oleh seorang pengamat yang menjadi narasumber, disebut sebagai fenomena “siapa yang duluan memalak”. Maksudnya : ketika seorang caleg terjun ke masyarakat, jadi kebiasaan masyarakat meminta-minta uang, sembako, dll kepada sang caleg. Jika caleg memenuhinya, maka kelak ia akan berpikir untuk memalak negara agar uang yang telah dibagi-bagikannya bisa kembali.

[caption id="attachment_317637" align="aligncenter" width="480" caption="foto : mbasic.facebook.com"]

13960810801412440929

[/caption]

Namun ada seorang caleg yang berbeda pendapat soal ini. Lagi-lagi saya kaget karena orang itu lagi yang dijadikan narsum Metro TV. Selasa, 2 malam sebelumnya, caleg tersebut juga diundang menjadi narsum di acara Newshow bersama Arswendo Atmowiloto. Kali ini saya ingin menyimak baik-baik, kenapa caleg yang bukan berasal dari partai pemilik Metro TV, dalam sepekan sampai 2x menjadi nara sumber. Ternyata, sikap politiknya memang beda. Dialah EGY MASSADIAH, Caleg DPR RI dari partai Golkar Dapil DKI-2, meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri. Di Dapil DKI-2 Egy mendapat nomor urut 4. Apa yang membuat Egy berbeda?

Egy menolak semua bentuk pemberian berupa materi, kepada calon pemilih. Ia mengakui, bahwa setiap kali terjun menemui konstituennya, ia selalu ditanya mengenai pembagian baju kaos, jilbab, sembako, dll. Egy bersikukuh untuk tak ikut melakukan cara-cara seperti itu. “Terlalu kecil kalau anda memilih saya hanya karena alasan kaos, jilbab, kecil sekali itu!” katanya. Ia bahkan mengatakan mencatat mereka yang memintanya memberikan materi itu, “Nanti kalau saya gak jadi (note : tidak terpilih – pen.) akan saya belikan”, katanya. Lho? Kenapa kalau gagal ke Senayan justru akan membelikan? Dengan cara itu Egy ingin mengedukasi masyarakat, bahwa sebetulnya dia bisa memberi tanpa harus dikaitkan dengan pilih memilih, bukan dalam konteks politik transaksional, namun dalam konteks hubungan silaturahmi antar masyarakat.

Alasan Egy, jika ia harus memenuhi permintaan semacam itu, berapa banyak dana yang harus ia keluarkan? Untuk Dapilnya, Egy harus mengumpulkan sekitar 70.000 suara agar bisa melenggang ke Senayan. Kalau saja nilai pembelian benda-benda itu (kaos, jilbab, sembako) dipatok Rp. 50.000,00 dikalikan 70.000 orang, maka ia harus siapkan uang hampir 4 M. Belum lagi biaya wira-wiri, membayar timses, uang transport, dll, bisa jadi jatuhnya Rp. 5 M. “Kalau saya mengeluarkan modal 5 miliar, maka nanti setelah dilantik (jadi anggota dewan – pen.), yang pertama saya pikirkan adalah bagaimana caranya supaya modal itu kembali”, kata Egy. Hmm..., masuk akal juga!

[caption id="attachment_317638" align="aligncenter" width="289" caption="foto : partaigolkar.or.id"]

13960811761410475801

[/caption]

Mengaku tak mau ikut mencetak koruptor-koruptor baru, Egy menolak keras cara-cara memberikan sesuatu pada calon pemilih. “Sebenarnya, siapa yang mencerak koruptor baru? Ya masyarakat, mereka ikut mencetak lahirnya koruptor baru karena di masa kampanye masyarakat meminta-minta”, katanya pada wartawati Metro TV.

Egy juga ogah memasang poster-poster yang dipaku di pepohonan dan spanduk-spanduk yang mengotori wajah kota. Padahal, bisa dikatakan hampir semua caleg dan semua parpol melakukan cara seperti itu untuk mensosialisasikan wajah dan identitas pencalegannya. Tapi Egy memang “aneh”. Dia bertekad untuk tidak mengotori wajah kota dan merusak pepohonan. Wartawati Metro TV menantangnya, akan mencari sampai ketemu poster Egy dipasang di pohon. Egy menyilakan wartawati itu menelusuri, bahkan ia balik menantang “Begini saja, nanti kalau ketemu satu saja poster saya dipaku di pohon, saya ganti dengan 10 pohon, deh”, janjinya. Tampaknya apa yang dikatakan Egy benar adanya, maka ia berani bertaruh.

Komitmen Egy terhadap keindahan kota dan perlunya ada taman kota dan pepohonan yang aman dan nyaman untuk tempat bersantai warga Jakarta, pernah diutarakannya dalam wawancara dengan sebuah media onlen berjudul : Pemprov DKI Harus Buat Taman Kota Aman dan Nyaman. Lalu, kalau tak mensosialisasikan diri lewat spanduk, poster dan bagi-bagi berbagai materi, dengan cara apa Egy berupaya dirinya dikenali masyarakat? Selain terjun langsung ke masyarakat lewat berbagai aktivitas yang telah sejak lama dilakoninya, Egy juga membuat 2 website khusus yang menjadi media sosialisasi pencalegannya. Kedua websitu itu www.egymassadiah.info dan www.egymassadiah.com . Sikakan kunjungi kedua website itu untuk mengenal lebih jauh sosoknya dan berbagai aktivitasnya, juga paparan visi dan misinya. Selain melalui website Egy juga merilis beberapa video kreatif di youtube, bisa coba di-search. Egy memang mengusung ide “kampanye kreatif”, kampanye yang tidak menambah sampah visual sisa-sisa logistik kampanye dan merusak pemandangan serta lingkungan.

[caption id="attachment_317640" align="aligncenter" width="648" caption="Bersama Jusuf Kalla (jusufkall.info)"]

1396081694700714480

[/caption]

Penasaran dengan sosoknya, Jumat kemarin saya coba kunjungi pustaka Mbah Google, ternyata saya menemukan website itu dan beberapa tulisan terkait dirinya. Ternyata Egy seorang budayawan, dia pekerja seni film dan teater di bawah pimpinan Putu Wijaya, yang setiap tahun pentas di mancanegara. Selain pekerja seni, rupanya Egy aktif juga di ranah sosial politik. Ia orang dekat Pak Jusuf Kalla, ada beberapa tulisannya tentang Pak JK dan saya pun menemukan beberapa fotonya bersama Pak JK. Rupanya inilah yang menjawab tanya saya kenapa Egy maju dari partai Golkar, tak lain kedekatannya dengan mantan Ketum Golkar Jusuf Kalla.

Di Kompasiana ternyata telah ada yang menuliskan tentang sosoknya pada 1 Februari lalu. Kompasianer tersebut kebetulan beruntung bisa bertemu langsung dengan Bang Egy, begitu dia menyebutnya, lewat perantaraan temannya. Dia pernah melihat sendiri Bang Egy didatangi orang yang mengaku hendak mendukungnya, namun meminta sembako. Berikut saya kutip dari tulisan yang berjudul “Inilah yang Membuatku Tidak Apatis pada Caleg” (selengkapnya silakan click).

“Bang Egy, gimana ini banyak yang ingin mendukung abang, tapi mereka pada minta sembako bang?”. Sambil menikmati kopi dan jajanan ringan di meja, Bang Egy pun menjawab pertanyaan tersebut “Begini, saya bukannya tidak mau memberikan sembako, saya pikir sangat tidak tepat jika memberikan sembako hanya untuk keperluan pencalegan, sekiranya saya terpilih nanti saya tidak mau memberikan sembako pada mereka karena itu terlalu murah dibandingkan kerja di parlemen untuk mereka kelak. Kalau pun saya memberi sembako itu bagi yang membutuhkan dan itu bukan bagian dari pencalegan saya. Kalau perlu mereka tidak usah tahu bahwa yang membagikan sembako adalah saya.

[caption id="attachment_317641" align="aligncenter" width="428" caption="Bersama pendukung film Bung Karno (www.liniberita.com)"]

1396081809121445925

[/caption]

Nah, ke”aneh”an Egy Massadiah membuat saya antusias untuk menuliskannya supaya lebih banyak yang tahu. Ditengah apatisme dan keputus-asaan kita mencari sosok caleg yang punya komitmen dan berintegritas, Egy Massadiah bak oase di tengah gurun. Sejak awal dia membentengi dirinya dengan menghindari kampanye berbiaya tinggi dan praktek politik transaksional dengan pemilih. Semoga saja Bang Egy tetap istiqomah dengan prinsipnya dan teguh memegang amanah dia kela dia terpilih. Ah.., sayang sekali saya tak bisa ikut memilihnya, karena saya bukan warga Jakarta Pusat atau Jakarta Selatan dan tidak pula pemilih di Luar Negeri. Dengan menuliskan ini, saya ingin ikut mengabarkan : ternyata ada lho caleg yang berkampanye “bersih”. Bersih dari politik transaksional, juga bersih dari sampah visual.

“Bukan slogan yang dapat mengubah batu menjadi intan, tetapi keringat. Kerja adalah ibadah. Kita tidak perlu sulapan, karena itu hanya pukau sesaat. Bila rakyat kembali kehidupan nyata mereka akan bertambah kecewa melihat mimpi dan hidup begitu berjarak. Di balik setiap kegagalan, selalu ada janji. Penderitaan memang sakit, tetapi lebih perih lagi karena kita sudah memacunya.” Kalimat itu saya kutip dari website-nya. Selamat berjuang Bang Egy, semoga sukses!

Link video youtube :

1.Egy Massadiah Caleg Anti Bagi Sembako dan Anti Melahirkan Koruptor (cuplikan 3_60 Metro TV)

2.Egy Massadiah Caleg Anti Mengotori Kota dan Anti Money Politics (cuplikan Newshow Metro TV)

3.Egy Massadiah Caleg yang Tidak Mengotori Kota (part-1) (cuplikan Indonesia Memilih Metro TV)

[caption id="attachment_317642" align="aligncenter" width="450" caption="foto : www.youtube.com"]

13960820631191315972

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline