Lihat ke Halaman Asli

Pasangan Bule-Pribumi dan Skema Jaminan Sosial di Inggris

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1300151520218631020

Sebut saja namanya Dasih. Usianya sekitar 26 tahun, kulitnya coklat kehitam-hitaman, tingginya tidak lebih 160 cm, rambutnya lurus 30 cm di atas pinggul, bila berjalan pinggulnya yang mirip punya Dewi Persik mengundang perhatian, hidungnya, maaf, pesek khas perempuan pribumi. Di kerumunan pasar beringharjo, ia tidak ambil pusing dengan tatapan orang di kiri dan kanannya. Demikian juga dengan pria bule yang setia merangkul bahu Dasih. Apapun ribut-ribut orang yang melhatnya, toh ia juga tak mengerti bahasa pribumi.

Yang kontras, penampinlan Dasih yang bahenol tidak diimbangi dengan pria Bule di sampingnya. Lelaki itu renta, keriput di wajahnya penanda usianya tidak kurang dari 65 tahun.

Jangan salah, usia yang terpaut beberapa generasi itu tak lantas membuat Dasih minder menggandeng pasangannya. Dengan manja, ia perlakukan bule pasangannya itu bak pria sebayanya. Pokoknya romantislah.

Dalam hati saya protes, bagaimana mungkin lelaki ringkih itu bisa mendapat perempuan bahenol seperti Dasih. Tapi ya memang begitu adanya, di negeri ini, apapun yang berhubungan dengan luar negeri selalu lebih baik,jarak usia tak mengapa. Huh, Penjajahan atas negeri ini belum benar-benar berakhir

Dasih tidak sendiri. Di sepanjang Malioboro, ada begitu banyak pasangan bule-pribumi dengan jarak usia yang terlampau jauh. Dari senyum keduanya yang terus mengembang, kelihatannya tidak ada masalah dengan pasangan-pasangan lintas negara itu.

Cinta memang tak mengenal usia, ia bisa hinggap pada siapa saja, lalu pergi begitu saja.

Maaf, saya tidak bermaksud mengerdilkan cinta pasangan seperti ini. Kadang saya terjebak dalam sinisme seperti kebanyakan orang menanggapi pasangan-pasangan bule-pribumi yang begitu marak di Yogyakarta. Dalam hati saya sering bertanya, mau-maunya perempuan cantik seperti itu kepada pria tua yang hanya menetap sementara di Indonesia.

Apakah cinta mereka memang dipersiapkan hanya untuk sementara waktu. Seperti gossip yang pernah kudengar tentang tetangga kompleksku yang senang dengan pria bule untuk dikawini dengan persyaratan kontrak beberapa tahun saja.

Seringkali saya mendengar gunjingan fenomena Dasih dan teman-temannya tidaklebih dari motif ekonomi Dasih untuk merogoh kantong Bule. Sementara para Bule yang renta itu hanya butuh teman tidur selama di Indonesia.

Wah, semacam hubungan mutualisme nih. Tapi betulkah hanya Dasih yang punya kepentingan ekonomi? Apakah Bule tua itu hanya berkepentingan dengan hasrat seksnya? Tidak sepenuhnya benar. Para Bule tua itu juga sebenarnya punya motif ekonomi untuk menikahi perempuan pribumi yang tidak punya pekerjaan.

Di Inggris sana, skema jaminan sosial bagi yang sudah tua atau pensiun cukup besar dan mensejahterakan. Uang pensiun yang diberikan kepada mereka yang telah renta bisa menghidupi hingga mereka meninggal. Bahkan, uang pensiun mereka akan ditambah lebih besar lagi jika mereka punya istri dan istrinya tersebut tidak bekerja.

Nah, disinilah menurut saya mungkin juga letak kepentingan para Bule tua yang telah pensiun menikahi para perempuan pribumi. Menikahi perempuan seperti Dasih akan mendatangkan sejumlah benefit bagi para bule tua itu.

Tambahan uang pensiun yang cukup besar dengan status menikah tentu lebih menggiurkan ditambah lagi body aduhai sang gadis. selera belanja para perempuan pribumi juga dimata para bule terbilang low cost.

Maaf bila tulisan ini kurang sopan. Semata hanya subjektifitas saya melihat trend pasangan seperti Dasih di sepanjang Malioboro. Lagi-lagi ini hanya hipotesis saya sehabis kuliah welfare state tadi sore bahwa jangan-jangan ada keterkaitan antara skema jaminan sosial (dana pensiun) di Inggris dengan maraknya fenomena Dasih.

1300151375643282266




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline