Lihat ke Halaman Asli

ioanes rakhmat

Science and culture observer

Siapa Penyandera Ahok?

Diperbarui: 23 Juni 2016   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebebasan tertinggi: bebas dari ketamakan individual dan sosial. Keterikatan paling mulia: terikat pada keadilan sosial dan perdamaian antar sesama makhluk.

Hari ini sungguh cerah, secerah wajah langit sang bunda. Tapi saya baca ada beberapa komentar di beberapa medsos yang tidak cerah. Dengan mengejek, beberapa orang menulis bahwa Gubernur Ahok itu seorang “tukang main politik” lantaran Ahok kini kelihatan mulai serius untuk memakai dukungan tiga parpol dalam bertarung di Pilkada 2017. Padahal, sebelumnya, cemooh mereka, Ahok memasti-mastikan diri akan menempuh jalur independen non-parpol dalam Pilkada 2017, sejalan dengan kemauan sekelompok anak muda Indonesia yang menamakan diri Teman Ahok (TA).  

Saya terdiam beberapa saat...lalu merenung-renung sehabis membaca komentar-komentar itu. Berikut ini hal-hal yang muncul dalam perenungan saya itu. Sebuah perenungan politis.  

Meskipun sekarang sudah mendapat dukungan tiga parpol Nasdem, Hanura dan Partai Golkar (dengan total kursi 24) yang memungkinkannya maju ke Pilkada 2017 lewat jalur parpol, Ahok, setahu saya, tetap meminta pendapat TA dengan apresiatif.

Kalau TA ingin Ahok bisa jadi gubernur periode kedua lewat Pilkada 2017, ya lewat jalur parpol keinginan TA juga akan dapat terpenuhi. Tidak ada pihak yang dirugikan sejauh tujuan TA adalah menggolkan Ahok jadi gubernur DKI Jakarta dua periode. Kecuali jika TA mau menyandera Ahok. 

Ada berita bahwa beberapa relawan dalam grup TA marah karena Ahok kelihatannya makin pasti akan memilih jalur parpol dalam Pilkada 2017. Lalu, konon, beberapa dari antara mereka, karena marah, ingin membuang (bahkan membakar) berkas-berkas formulir dukungan dan fotokopi KTP yang sudah berhasil mereka kumpulkan berbulan-bulan lamanya (kabarnya kini sudah mencapai 1 juta KTP― suatu langkah politis TA yang sukses!). Jika berita itu benar, kesimpulannya mungkin hanya satu: TA sebetulnya ingin menyandera Ahok; mereka tidak memberi Ahok kebebasan untuk memutuskan sendiri terkait suatu jabatan politis yang sangat penting bagi DKI.

Selain itu, jika betul dilakukan, membakar 1 juta formulir dukungan dan fotokopi KTP pendukung, atau sebagian saja dari jumlah ini, bisa melukai perasaan rakyat terhadap TA, atau paling banter hanya akan membuat para pendukung Ahok urut-urut dada saja sambil mulut terbuka, melongo gak ngerti. 

Jika Ahok belum menjadi gubernur DKI periode kedua sikap TA sudah seperti itu, orang boleh menduga mustinya “ada udang di balik batu” atas semua usaha mereka selama ini. Saya ingin berita tersebut dan dugaan ini salah sepenuh-penuhnya. Fitnah-fitnah terhadap Ahok dan TA masih terus menerjang sekuat arus rob. Banyak dari fitnah ini dikemas begitu rupa dan sangat piawai sehingga orang yang tidak cermat mudah terkecoh dan meyakini fitnah-fitnah itu sebagai fakta-fakta.

Lagipula, tiga parpol yang kini sudah resmi mendukung Ahok tetap akan mendukung Ahok seandainya Ahok memilih tetap maju lewat jalur independen. Jadi, sebaiknya kita jangan mengadudomba TA dan tiga parpol ini. Tidak sehat. Adudomba itu justru yang hingga sekarang dilakukan para pembenci Ahok.

Sebaiknya, TA juga tidak perlu memusuhi parpol, tidak anti-parpol, sebab setiap parpol bisa berubah atau bisa diubah, tidak selamanya buruk terus. Parpol-parpol yang terlalu lama buruk ya akan lenyap sendiri pada akhirnya karena tidak memiliki pendukung lagi. Bahu-membahu antara TA dan parpol-parpol pendukung Ahok jauh lebih baik ketimbang TA memusuhi mereka. Sinergi selalu lebih powerful ketimbang terpecah-pecah. Bagaimana teknisnya membangun sinergi ini, dapat dibahas bersama dengan relaks sambil minum kopi di sebuah taman terbuka yang dihembusi angin sejuk. 

Bagi saya sendiri, dan tentu juga bagi anda, tidak ada parpol apapun di dunia ini yang sempurna. Parpol yang sempurna dalam segala hal hanya ada dalam dunia hakikat Forma filsuf Plato. Tidak ada dalam dunia real fungsional kita sehari-hari.

PDIP, misalnya, kini malah (anehnya!) terus menyudutkan Ahok terkait kasus RSSW sementara KPK kepada masyarakat sudah menyatakan Ahok tidak korupsi dalam transaksi pembelian sebagian lahan RSSW. Bahkan, dengan ringan saja dan dengan tak beretika, seorang politikus PDIP juga sudah menyebar suatu sinyalemen bahwa TA telah menerima aliran dana tiga puluh milyar rupiah dari beberapa pengembang yang mengerjakan proyek reklamasi Pantura. Tudingan-tudingan semacam ini dapat diperkirakan tidak akan pernah berhenti. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline