Lihat ke Halaman Asli

Pluralisme Aliran Teologi Islam

Diperbarui: 19 Maret 2022   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Teologi Islam (Foto: Dokumen Pribadi Penulis Resensi)

Teologi Islam merupakan pemikiran utama dalam memahami Islam. Persoalan teologi mulai ramai diperbincangkan semenjak wafatnya Rasulullah yang ditandai dengan kemunculan para ulama mutakallimin dengan serba-serbi alirannya. Persoalan mengenai
teologi ini tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan pembahasannya tetap eksis di kalangan umat Islam kontemporer. Hal ini dikarenakan kajian teologi merupakan dasar kemajuan atau kemunduran dari suatu agama, tak terkecuali agama Islam. Sejarahnya, berbagai aliran teologi Islam muncul setelah Nabi Muhammad wafat. Umat Islam kala itu menegakkan sunnah dalam upaya mengatasi masalah-masalah hukum dan menjadikannya sebagai pedoman dasar melakukan sesuatu hal (akidah). Situasi tersebut melahirkan dua golongan umat Islam, yakni Islam yang berpedoman dengan doktrin lahiriyah dan doktrin rasional. Golongan Islam lahiriyah atau ahl al-hadist mengarah pada sifat-sifat dan aturan tradisional, sedangkan Islam rasional atau yang dikenal dengan sebutan al-ra’y merupakan kebalikannya, yakni mengarah pada aturan-aturan yang bersifat modern. Pada perkembangannya, terjadi perluasan wilayah Islam ke luar jazirah Arab. Situasi ini melahirkan perdebatan mengenai hal-hal kontemporer dengan pendapat yang beragam. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan lahirnya beragam aliran teologi dalam Islam.

Buku Teologi Islam karya Siti Rohmah, dkk. menguraikan aliran-aliran teologi Islam, seperti aliran Mu’tazilah. Aliran ini lahir pada akhir masa kekuasaan Umayyah, ketika Hasan al-Bashri diminta untuk berpendapat mengenai masalah pertentangan antara Khawarij dan Murji’ah (hlm. 40). Mu’tazilah merupakan aliran yang bebas dari unsur politik pada masa kelahirannya. Namun, pada perkembangannya aliran ini terjun ke dunia politik dengan mengusung diskusi mengenai kepemimpinan dalam Islam. Kaum Mu’tazilah menganggap bahwa ajaran tauhid dalam Islam merupakan dasar premis bagi ajaran-ajaran Islam lainnya. Dalam al-ushul al-khamsah termuat lima ajaran pokok kaum Mu’tazilah, yakni al-Tauhid yang merupakan dasar ajaran Mu’tazilah, bahwa Tuhan bersifat Esa; al-Adl adalah ajaran kedua yang memiliki arti Tuhan maha adil. Ajaran ketiga yakni al-Wa’ad wa al-Wa’id. Ajaran ini sangat erat kaitannya dengan ajaran tauhid dan al- Adl. Dalam hal ini berarti Tuhan yang maha esa dan maha adil tidak akan melanggar janji kepada umatnya atas kehidupan surga dan neraka. Keempat, yakni al-Manzilah bain al-Manzilatain. Ajaran inilah yang menjadi dasar lahirnya aliran Mu’tazilah. Terakhir, ajaran al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy’al al-Munkar merupakan ajaran yang
menyuruh umat Islam dengan senantiasa melaksanakan kebajikan dan menghindari kemungkaran. Aliran Mu’tazilah merupakan salah satu aliran rasional yang berpendapat bahwa dengan akalnya manusia dapat mengetahui adanya Tuhan; kewajiban mengetahui
Tuhan; baik atau buruk; serta kewajiban mengerjakan hal baik dan meninggalkan hal buruk.

Dalam perkembangannya, aliran Mu’tazilah menuai tentangan oleh beberapa kaum yang kemudian mereka memilih mendirikan sebuah aliran baru bernama Asy’ariyah dan Maturidiyah. Kelahiran Asy’ariyah berangkat dari ketidakpuasannya terhadap Mu’tazilah yang mendahulukan akal tetapi sering menemukan jalan buntu dan mudah dipatahkan dengan argumentasi akal yang sama (hlm. 118). Sementara aliran Maturidiyah lahir karena mereka ingin membebaskan dari ajaran yang terlalu bersifat rasional dan ekstremis.
Aliran teologi Islam kedua yang diulas penulis adalah aliran Qodariyah dan Jabariyyah. Kedua aliran ini memiliki paham yang berkebalikan. Aliran Qodariyah meyakini bahwa nasib manusia sepenuhnya berada di tangan manusia itu sendiri dan bukan di tangan
takdir. Sedangkan aliran Jabariyah lebih menyerahkan perbuatannya dan apapun yang terjadi kepada Allah swt. semata. Penulis juga menjelaskan mengenai sejarah, doktrin, dan perkembangan aliran Khawarij. Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Aliran Khawarij merupakan aliran yang terdiri dari para pengikut Ali bin Abi Talib yang memilih keluar dan meninggalkan Ali karena ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali dalam menerima abitrase sebagai solusi sengketa khalifah dengan Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan (hlm. 67). Aliran Kawarij memiliki doktrin-doktrin yang ekstrem terkait teologi. Kaum Kawarij berpedoman bahwa setiap muslim wajib berhijrah dan bergabung dengan aliran mereka, jika tidak mau bergabung, maka perang akan terjadi. Aliran lain yang lahir karena menjauhi Ali adalah aliran Murji’ah. Kaum ini memilih menjadi musuh Ali dan membentuk aliran sesuai pemikirannya sendiri. Berbeda dengan aliran Kawarij dan Murji’ah yang menjauhi dan menentang Ali bin Abi Talib, aliran Syiah muncul sebagai aliran untuk mendukung ajaran Ali. Kaum Syiah menganggap bahwa Ali bin Abi Talib merupakan imam sekaligus khalifah yang menerima wahyu dan wasiat secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi dari Rasulullah. Di Indonesia, aliran ini merupakan aliran Islam yang tidak lagi terdengar asing. Keberadaan ajaran Syiah diterima di Indonesia, mengingat Indonesia memiliki background masyarakat yang plural, walaupun banyak juga yang tidak setuju dan menentang aliran ini. Terlepas dari itu, tentu pernyataan yang menyatakan bahwa Syiah merupakan aliran sesat adalah hal yang tidak benar karena ajaran Syiah tetap berpedoman pada ajaran Islam yang benar.

Buku ini tidak hanya layak, melainkan patut untuk dibaca. Buku ini memberi pesan tersirat, yakni penyadaran terhadap kuasa Tuhan. Kuasa-Nya menghendaki ajaran Islam menjadi plural. Hal ini menjadikan Islam lebih cepat berkembang dengan segala variannya namun tetap menuju pada hakikat Tuhan yang maha Esa. Hanya saja yang perlu digaris bawahi adalah ketepatan bahasa penulisan. Dalam buku ini masih terdapat kalimat-kalimat lisan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam bahasa tulis. Terdapat penulisan tanda baca dan tata bahasa yang kurang diperhatikan, seperti penggunaan tanda baca koma sebelum kata karena; kata sebab yang diletakkan di awal kalimat, dan sebagainya. Terlepas dari itu, dengan membaca buku karya Siti Rohmah, dkk. ini, pembaca akan dibawa menyelam dalam pemikiran-pemikiran tauhid yang dapat mendorong terbentuknya sikap dewasa dan saling menghargai di tengah pluralitas kontemporer.

Identitas Buku:
Judul: Teologi Islam: Sebuah Potret Sejarah, Doktrin, dan Perkembangannya.
Penulis: Siti Rohmah, Ilham Tohari, dan M. Rudi Habibie.
Penerbit: Madani Media
Tahun: 2020
ISBN: 978-602-0899-76-3
Harga: Rp. 67.000 (Pulau Jawa)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline