Lihat ke Halaman Asli

Inspirasiana

TERVERIFIKASI

Kompasianer Peduli Edukasi.

Hic et Nunc

Diperbarui: 30 Desember 2022   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen Hic et Nunc (dokpri)

"Sukur iso nyawaaangNggunung deso dadhi rejo
Bene ora ilang
Nggone podho loroooo lopoooo
..."
Suara kemayu cempreng, tapi nge-bass "Mbak Yuni" membuat Karto semakin limbung.


Ditimpali permainan kentrung Paino yang matanya merem melek memandang ke langit-langit pos kamling seakan transe, sebait syair lagu keroncong Caping Gunung itu seakan ikut menggayuti langit yang di mata Karto sudah akan runtuh menimpanya.


"Pulang Mas To?", tanya Mbak Yuni genit saat Karto melintas depan pos kamling.


"Njih Yu," balas Karto sopan mengiyakan Mbak Yuni yang sesungguhnya bukan perempuan.


Duet keroncong absurd Mbak Yuni, banci kaleng yang malam ini tidak beroperasi dan Paino pengamen berbekal kentrung yang biasa mangkal di warung tongseng di samping kantor polisi seakan mengiringi langkah gontai Karto yang menghilang masuk ke pengkolan gang pertama sebelah kiri.


***


Jam sembilan malam di kos-kosan kamar petak.
Karto memandikan Rio, anaknya yang berusia 1,5 tahun dengan air dingin.
Rio menggigil sambil tertawa mengikik saat guyuran air dari gayung dari ayahnya menerpa kepalanya.


Karto tersenyum. Pahit.
"Maafkan bapakmu Le...", bathin Karto.
Sudah seminggu lebih Karto pulang tidak bawa uang. Sudah seminggu lebih sejak sebelum Natal, tidak ada orang yang memakai jasanya menggali tanah berbekal, pacul, linggis dan tampah.


"Maafkan bapakmu Le...", bathin Karto lagi.
"Tidak ada uang di kantong bapak malam ini Le..."
"Tidak tahu apa besok kita jadi tahun baruan ke bonbin atau tidak. Kita tunggu ibumu pulang sebentar lagi yo Le...."
Rio tersenyum dengan mata bulat beningnya. Bocah itu melihat bapaknya yang komat kamit sambil menyabuni keteknya.
***


Hampir jam sebelas malam. Suara-suara mercon dari arah lapangan di kampung atas seakan mengiringi Narsih pulang dari mini market tempat dia bekerja.
Karto duduk di lantai menyuapi Rio yang makan telap telep*. Nasi putih lauk indomie goreng.
"Makan dulu Dik", sapaan pertama Karto ke Narsih istrinya.


Narsih tidak menjawab, menggantung tas di belakang pintu lalu duduk di lantai memangku Rio yang memegangi gelas plastik bergambar robot sambil mengunyah.
"Aku gajiannya baru hari Rabu depan mas", kata Narsih menatap Karto seakan minta pengertian.
Karto menahan diri untuk tidak menghela nafas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline