Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Hukuman Mati: Indonesia Selalu Jadi Bulan-bulanan Komisioner Tinggi PBB untuk HAM

Diperbarui: 29 Juli 2016   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: www.amnestyusa.org)

* Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad Al Hussein melecehkan peradilan Indonesia ....

”Kepala HAM PBB Desak Indonesia Hentikan Hukuman Mati.” Ini judul berita di VOA Indonesia (28/7-2016). Ini benar-benar di luar akal sehat karena catatan dw.com menunjukkan Indonesia ada pada peringkat ke-enam dengan jumlah eksekusi hukuman mati.

Tapi, mengapa Komisioner Tinggi PBB untuk HAM (hak asasi manusia) Zeid Ra'ad Al Hussein hanya berani mengusik Indonesia? Setiap kali ada rencana eksekusi hukuman mati PBB selalu mengusik Indonesia.

Apakah Komisioner Al Hussein tidak melihat fakta di bawah ini? Atau memang tidak punya nyali menegur negara-negara di bawah ini sehingga menjadikan Indonesia sebagai bulan-bulanan untuk menutupi ketidakberdayaan komisinya terhadap lima negara ini.

Tiongkok, misalnya, tahun 2013 mengeksekusi 2.400 tahanan. Disusul Iran dengan jumlah 370 pada tahun yang sama. Selanjutnya Irak mengeksekusi 177 tanahan dan 1.724 lagi menunggu giliran meregang nyawa di tangan algojo. Arab Saudi memenggal 80 tahanan, dua di antaranya berumur di bawah 18 tahun. Vonis mati di Amerika Serikat dijatuhkan terhadap 80 tahanan, 39 di antaranya dihukum mati. Indonesia pada peringkat ke-enam dengan 5 eksekusi hukuman mati kasus narkoba (dw.com, 18/1-2015).

Al Hussein mengatakan "sangat prihatin" dengan kurangnya transparansi dan ketaatan akan jaminan peradilan yang adil.

Astaga, pernyataan ini benar-benar melecehkan dan mengihina proses peradilan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Putusan hukuman mati terhadap terpidana mati tsb. berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia. Mereka juga sudah menempuh hak-hak hukum yaitu: didampingi pembela, melakukan banding, kasasi, PK (peninjauan kembali) dan grasi (meminta pengampunan kepada presiden).

Hukuman mati di Indonesia merupakan keputusan hukum melalui proses persidangan yang terbuka. Itu artinya pemerintah wajib melakukan eksekusi mati terhadap terpidana mati karena merupakan perintah pengadilan sesuai dengan UU. Seorang presiden tidak berhak membatalkan putusan pengadilan, apalagi setelah grasi ditolak.

Pemerintah menjalankan hukuman mati terhadap penyalur dan pengedar narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) karena penylahangunaan narkoba merenggut 40-50 nyawa setiap hari. Keterangan Komjen Pol Budi Waseso, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta (regional.kompas.com, 11/1/2016). Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan status ”darurat narkoba” sehingga hukuman bagi penyalur dan pengedar narkoba dijatuhkan hukuman maksimal yaitu hukuman mati.

Tentu saja kalau Komisioner Al Hussein lebih arif dia tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai bulan-bulanan, tapi juga mengecam negara-negara lain yang juga menjalankan eksekusi mati yang jumlahnya justru lebih banyak dari Indomesia. Selain itu pun Komisioner Al Hussein akan lebih bijaksana pula kalau mengajak penduduk dunia agar tidak memproduksi dan mengedarkan narkoba secara ilegal.

Komisioner Al Hussein hanya bekerja di muara persoalan sehingga tidak ada manfaatnya, bahkan sebaliknya hanya meremehkan dan merendahkan kedaulatan Indonesia di mata dunia. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline