Lihat ke Halaman Asli

Penyimpangan Perjalanan Dinas Sebanyak 259 Kasus Senilai Rp 77,00 Miliar

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerugian negara/daerah akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan pemerintah daerah periode semester I tahun 2012 merupakan hasil pemeriksaan signifikan yang semestinya mendapatkan perhatian pemangku kepentingan (stakeholders). Demikian kesimpulan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester I Tahun 2012.

Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengagendakan penyampaian IHPS BPK Semester I Tahun 2012 dan penyerahan laporannya dalam Sidang Paripurna DPD di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (12/10). Ketua BPK Hadi Poernomo menyampaikan IHPS dan menyerahkan laporannya kepada Ketua DPD Irman Gusman. Wakil Ketua DPD Laode Ida mendampingi Irman.

Kerugian negara/daerah akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan pemerintah daerah periode semester I tahun 2012 tersebut sebanyak 259 kasus senilai Rp 77,00 miliar, yang meliputi perjalanan dinas fiktif sebanyak 86 kasus senilai Rp 40,13 miliar dan perjalanan dinas ganda dan/atau perjalanan dinas melebihi standar yang ditetapkan sebanyak 173 kasus senilai Rp 36,87 miliar.

“Penyimpangan perjalanan dinas yang selalu berulang antara lain disebabkan pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas tidak mematuhi ketentuan pertanggungjawaban perjalanan dinas, pengendalian oleh atasan langsung yang lemah, dan pejabat terkait tidak memverifikasi bukti pertanggungjawaban yang memadai,” Hadi menjelaskannya.

Menanggapinya, Irman mengatakan, penyimpangan perjalanan dinas tersebut kasus yang semestinya ditindaklanjuti serius karena terjadi berulang kali. Mengatasinya, DPD terus berkontribusi aktif agar lembaga pemerintah di tingkat pusat maupun tingkat daerah konsisten melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang perjalanan dinas sebagai pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah. “Apalagi masalah ini juga keluhan masyarakat luas,” ia menegaskan.

Selain penyimpangan perjalanan dinas, hasil pemeriksaan signifikan lain yang semestinya mendapatkan perhatian ialah program penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional dan penerapan KTP elektronik berbasis NIK nasional tahun 2011. BPK menemukan bahwa program penerbitan NIK nasional belum efektif dan penerapan KTP elektronik belum mematuhi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

Terhadap kedua program kependudukan dan catatan sipil, hasil pemeriksaan BPK menemukan antara lain ketidakefektifan sebanyak 16 kasus senilai Rp 6,03 miliar, ketidakhematan sebanyak 3 kasus senilai Rp 605,84 juta, ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara sebanyak 5 kasus senilai Rp 36,41 miliar, dan potensi kerugian negara sebanyak 3 kasus senilai Rp 28,90 miliar. Atas indikasi kerugian negara dan potensi kerugian negara, entitas terperiksa melakukan penyetoran dana ke kas negara senilai Rp 50,98 miliar.

Irman mengapresiasi tindakan BPK menindaklanjutinya. “Indikasi kerugian negara dan potensi kerugian negara harus terus ditindaklanjuti karena program penerbitan NIK nasional dan penerapan KTP elektronik berkesinambungan dan memiliki urgensi terhadap program pelayanan masyarakat lainnya yang diselenggarakan pemerintah. Saya mengajak semua anggota DPD untuk memberikan atensi terhadap persoalan tersebut.”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline