Lihat ke Halaman Asli

Siti Masriyah Ambara

Pemimpi dengan banyak keterbatasan

5 Bahasa Cinta Perekat Keluarga

Diperbarui: 12 Juli 2016   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau belajar bahasa asing saja kita bisa begitu bersemangatnya, mengapa kita tidak mencoba mempelajari bahasa cinta. Ini bukan artikel soal gombal-gombalnya cinta, atau soal bahasa romantic yang digunakan ketika anak-anak muda sedang dilanda cinta.

Artikel ini saya coba tulis ketika saya mencoba berefleksi atas beberapa kejadian belakangan ini. Ketika beberapa teman baik saya memutuskan mengakhiri hubungan dengan pasangannya. Alasannya beragam, tapi yang jelas seluruhnya berakar dari ketiadaan bahasa cinta dalam keluarga. Padahal penggunaan bahasa ini lah yang menghangatkan, menumbuhkan bibit-bibit cinta yang ditabur ketika dua orang manusia memutuskan hidup sebagai pasangan.

Ketiadaan bahasa cinta di antara dua orang yang awalnya saling mencinta, akan mengubah rasa menjadi tidak peka dan rumah bukan lagi sebuah tempat nyaman untuk kembali dan pasangan hidup bukan lagi orang yang menjadi tumpuan curahat hati, melainkan sosok membosankan. Sungguh disayangkan ketika janji suci menjaga ikatan pernikahan harus dilanggar karena kegagalan mempelajari bahasa cinta.

Saya sendiri bukan pakar percintaan atau konselor perkawinan, saya hanya manusia yang mencoba belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik, perempuan yang mendukung pasangan saya untuk berkembang, ibu yang berusaha mendampingi anak menemukan potensi terbaiknya. Semua itu hanya bisa saya lakukan jika saya mampu mempelajari bahasa cinta, bahasa yang universal yang dapat dipahami bahkan tanpa harus melalui kata-kata.

Inilah 5 bahasa cinta yang bisa kita pelajari, tanpa perlu membayar uang kursus dan repot-repot mengikuti pendidikan dalam kelas.

Jangan sungkan mengucapkan kalimat rayuan dan pujian

Ini sebenarnya cara paling murah dan mudah membuat pasangan merasa dihargai, diinginkan dan dirindukan. Gak susah kan mengucapkan, “aku cinta kamu, sayang”, “siang-siang gini kok kangen ya sama kamu,” atau banyak bahasa lisan lain yang bisa diungkapkan.

Ada banyak cerita yang saya dapat, seringkali ketika sudah menikah, hal ini jarang dilakukan. Alasannya, “kaya abege aja, udah ibu-ibu ma bapak-bapak, malu sama anak,”. Lho, kenapa harus malu, padahal dengan bersikap ekspresif, anak akan melihat betapa indahnya perasaan dicintai dan mencintai. Mereka akan memahami bahwa cinta itu lah yang membuat mereka hadir ke dunia, yang memberikan rasa aman ketika menjalani hidup.

Kejutan kecil dengan menulis surat didalam tas kerja, menyelipkan kartu ucapan selamat atas kenaikan pangkat di dalam kantong bajunya sepertinya tidak sulit dilakukan, kan?? Paling banter mengeluarkan uang buat beli kartu, ah, itu mah ga seberapa dibanding makin hangatnya keluarga, iya kan?

Luangkan waktu berkualitas

Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi, semakin sering juga saya menemukan pasangan atau keluarga yang menghabiskan waktu kebersamaannya di sebuah rumah makan dengan tangan sibuk di gawai masing-masing. Miris sekali kalau menemukan pemandangan seperti ini. Ini mah jelas kebersamaan keluarga yang ga mutu blass, bikin geregetan sendiri !!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline