Lihat ke Halaman Asli

Imam Wiguna

Karyawan swasta

Sarjana Ini Lebih Memilih Bertani daripada Melamar Kerja

Diperbarui: 29 Januari 2018   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lulus jadi sarjana, Rizal Fahreza malah memilih menjadi petani jeruk. (Foto: Imam Wiguna)

Rizal Fahreza, S.P, belum pernah menggunakan ijazahnya untuk melamar kerja.

Ijazah sarjana pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kini tersimpan rapi di lemari Rizal Fahreza, S.P. Pemuda asal Kabupaten Garut, Jawa Barat, itu belum pernah menggunakannya untuk melamar kerja seperti para sarjana pada umumnya. Saat lulus ia malah kembali ke kampung halamannya di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Di sana ia mengelola kebun jeruk yang ia rintis sejak masih kuliah pada 2013.

Rizal mengebunkan 1.400 pohon jeruk jenis siam asal Garut di lahan 1,2 hektare. "Dari populasi itu yang tersisa saat ini sekitar 1.200 pohon karena ada beberapa pohon yang tumbuh kurang optimal dan mati," ujar alumnus Program Studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB itu. Ia mulai panen perdana pada 2016. Kini Rizal memanen rata-rata 5---10 kg jeruk dari setiap pohon per tahun.

Agrowisata

Rizal menjual hasil panen kepada para pengunjung yang datang ke kebun. Sejak Februari 2017, Rizal membuka kebun untuk dikunjungi masyarakat umum. "Jadi konsepnya sebagai kebun edukasi dan agrowisata," tutur anggota Dewan Pakar Himpunan Alumni IPB 2013---2017 termuda itu. 

Di kebun yang berlokasi di Kampung Leuwiereng, Desa Mekarsari, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, itu para pengunjung dapat memetik sendiri  buah jeruk yang sudah matang. Cirinya kulit buah sudah mulai bersemburat kuning. Setelah dipetik, pengunjung menimbang hasil petik lalu membayarnya di kasir. Rizal membandrol harga jual jeruk Rp20.000 per kg. Kebun edukasi dan agrowisata berjuluk Eptilu---diambil dari akronim Fresh from Farm (F3)---itu  juga menyediakan beberapa saung bambu di beberapa titik di dalam area kebun. Di sana para pengunjung dapat beristirahat dan menikmati hidangan nasi liwet khas Parahyangan.

Menurut Rizal dengan konsep kebun edukasi dan agrowisata itu mampu menyerap hasil panen hingga 600 kg jeruk per bulan. "Terkadang kami kekurangan pasokan karena saat pengunjung datang jumlah buah yang siap panen sedikit. Kekurangan itu saya tutupi dengan jeruk dari pekebun mitra," kata pemuda 25 tahun itu.

Konsep kebun edukasi dan agrowisata jeruk itu adalah hasil inovasi Rizal bersama tim, yaitu Chikameriana Adyanisa, S.Komp. dan Dasep Badrusallam, S.T. Sebelumnya Rizal bersama kedua rekannya hanya fokus menggenjot produksi. Ia membudidayakan jeruk secara intensif, lalu menjual hasil panen kepada konsumen. "Pada awalnya kami menyasar niche market (pasar khusus, red)," tutur anak ketiga dari lima bersaudara itu. Ia menjual hasil panen kepada perusahaan-perusahaan katering, koperasi karyawan di perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan hotel bintang lima di kawasan Jakarta dan Kota Bogor, Jawa Barat.

Karena target pasarnya kalangan khusus, Rizal hanya menjual jeruk berkualitas prima. Oleh sebab itu ia menyortir hasil panen menjadi dua grade, yaitu besar dan sedang. Grade besar terdiri atas jeruk berukuran sekilogram isi 8---9 buah, sedangkan grade sedang sekilogram isi 10---12 buah. Di luar kedua grade itu berakhir sebagai jeruk peras. Rizal menjual jeruk yang lolos sortir dengan harga Rp17.000---Rp20.000 per kg. Ia mengemas jeruk dalam dus karton berisi 3 kg per dus.

Kebun jeruk milik Rizal Fahreza, dengan konsep agrowisata petik jeruk sendiri. (Foto: Imam Wiguna)

Laris manis
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline