Lihat ke Halaman Asli

Said Didu Menyatakan Kompasiana Dipenuhi Cerita Karangan Belaka

Diperbarui: 1 Desember 2015   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Bisa saja itu ngarang seperti orang-orang ngarang tulisan di Kompasiana," ujar Said Didu, staf khusus Kementerian Energi merujuk pada kumpulan blog populer milik salah perusahaan media terkemuka.

****

Mak jleb!

Sebuah tukasan yang ketus keluar dari mulut Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM yang ternyata digagalkan oleh Jokowi saat pemilihan posisi Dirjen Minerba kemaren. Asli, pernyataan Said Didu yang merupakan 'bulldog-nya' Jusuf Kalla ini seketika membuat penulis jadi miris, sebegitukan penghormatan pemerintahan saat ini kepada Kompasiana? 

Meskipun tersirat adanya special attention dari beberapa politisi kepada blog keroyokan ini karena pernyataan Said Didu yang kemudian di kutip oleh pelbagai media mainstream menyiratkan betapa sosmed telah menjelma menjadi pilar terpenting dari pembentukan opini publik. Pembaca tentu akan sangat mengingat beberapa kompasianer yang sangat militan mendukung Jokowi secara all out yang kemudian dibayar dengan cerdas oleh Jokowi berupa makan-makan di istana kepresidenan beberapa bulan lalu menimbulkan pertanyaan -meskipun terlambat, jangan-jangan artikel tentang segala kehebatan Jokowi adalah karangan berupa prosa doang?

Sikap Said Didu yang terkenal ceplas-ceplos tidak serta merta meruntuhkan spekulasi yang beredar bahwa kasus transkrip rekaman yang beredar saat ini pada akhirnya akan menguak beberapa fakta baru, salah satunya pertempuran tersadis antara beberapa pihak-pihak VVIP di Republik ini. Said Didu pun lambat laun akan terseret dalam pusaran kisruh kepentingan pribadi yang berkelindan dibeberapa mega proyek. 

Tentu saja cerita yang dimaksud bisa jadi cerita faktual tapi berbalut fiksi yang memiliki alur dramaturgi yang menyebabkan para penikmat konflik di negara jambrud khatulistiwa ini tidak pernah berhenti mengurusi hal-hal yang tidak memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat atau rakyat. Cerita-cerita seputar rebutan tumpeng seharga ratusan trilyun rupiah yang membuat para eksekutif melupakan tugas-tugas pokok dan menyebabkan para legislatif meninggalkan ruang-ruang sidang dan sidang tidak mencapai kuorum.

Dan para kompasianer yang mahir bercerita tentang apa saja sontak merasa mendapatkan angin ribut karena artikel yang dibangun dari kesukaan kepada sesuatu hal dan mengumpulkan remah-remah informasi dianggap sedang berdongeng oleh Said Didu.

Ahai! Apakah sedemikian rupa Kompasiana dimata publik? Tidakkah mereka ingat kasus si Semprul muka dongok tapi bisa menilep duit rakyat hingga puluhan milyar dan berphoto-photo ria dengan kompasianer wanita yang matang manggis serta kinyis-kinyis?

Atau Abraham Samad yang terjerembab dengan keras ke bumi kesadaran totalnya saat dieksploitasi sedemikian rupa dalam balutan fiksi kelam berjudul 'Rumah Kaca'?

Ada baiknya Kompasiana saat ini tidak lagi menyibukkan dirinya dengan keriuhan tentang Nilai Tertinggi yang diborong oleh kesungguhan kompasianer membuat banyak akun di Twitter atau Geogle+ agar bisa nangkring di Trend Google. Biarkan saja tulisan menghampiri pembacanya dengan caranya sendiri. Biarkan saja muatan tulisan menyentuh kesadaran para pembacanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline