Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Hapus Saja Jabatan Wakil Bupati

Diperbarui: 23 Februari 2023   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Foto: tribunnews/herudin dipublikasikan kompas.com

Hapus saja jabatan wakil bupati. Alasannya karena inefisiensi, politisasi, dan sejarah.

Pada 20 tahun yang lalu seorang dosen saya bilang, "Apa itu fungsi jabatan wakil bupati? Apa itu kerjanya wakil bupati?" Kira-kira bilang begitu. Belakangan, saya jadi sepakat dengan omongan pak dosen saya itu.

Ada tiga alasan mengapa jabatan wakil bupati dihapus saja. Pertama karena inefisiensi. Jika sebuah pekerjaan bisa selesai oleh sedikit orang, mengapa harus memakai banyak orang?

Jika kerja-kerja pembantu bupati bisa selesai oleh sekda dan kepala dinas, mengapa harus ada wakil bupati? Kepala dinas pun dibantu oleh bawahannya. Sudah banyak yang membantu bupati.

Adanya wakil bupati malah bisa meribetkan. Kebijakan dari bupati dikomunikasikan ke wakil bupati lalu ke sekda. Kan makan waktu. Apalagi kalau wakil bupatinya jarang ngantor. Repot!

Kedua soal politisasi. Maksud saya adalah, wakil bupati berpotensi pecah kongsi dengan bupati. Apalagi jika bupati dan wakil bupati ingin maju di pilkada selanjutnya.

Jika kedua pihak ingin maju pilkada, dua tahun sebelum pilkada, pecah kongsi akan terlihat, khususnya di birokrasi. Bupati dan wakil bupati tarik menarik dukungan birokrasi. Selain itu, mereka akan saling klaim keberhasilan di masyarakat.

Jika pecah kongsi, yang rugi masyarakatnya sendiri. Bupatinya ke sana, wakil bupatinya ke sono. Jadi ngga jelas pemerintahan. Lebih parah lagi jika bupati dan wakil bupati dari partai beda dan ingin nyalon di pilkada selanjutnya. Maka, pecah kongsinya akan makin kuat.

Politisasi saya maknai juga sebagai kepentingan politik. Artinya, wakil bupati ada untuk menarik pemilih. Apalagi kalau wakilnya adalah sosok populer. Nanti kalau sudah menang, wakil bupatinya ditinggal.

Daripada begitu kan mending calon bupati gentle tarung sendiri di pilkada, tak perlu ada calon wakil bupati. Jadi pemilih  memilih karena calon bupati, bukan karena calon wakil bupati. Apalagi calon wakil bupati kewenangannya terbatas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline