Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Kesetiaan pada Sepotong Kue

Diperbarui: 20 Maret 2021   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Sajian Sedap

Ada enam orang keluar dari kafe itu ketika mobil kami tepat parkir di depannya. Mereka seperti tiga pasang kekasih, yang habis memadu cinta dan melepaskan penat melalui asmara yang amat gampang menggelora dalam kafe itu.

Seorang lelaki berjalan memegang erat tangan perempuannya. Seorang perempuan melangkah terhuyung-huyung sambil meletakkan kepalanya di bahu lelakinya. 

Satu lagi, ada dua perempuan yang begitu asyik berbincang. Tangan yang satu melingkar memegang perut yang lain, dan dari belakang ia berbisik di telinga perempuan di depannya. Entah, kurasa mereka bukan sekadar teman. Mengapa hanya untuk bicara sampai-sampai semesra itu?

Ah masa bodoh, itu kan urusan orang sebetulnya. Mau dia suka lawan jenis, atau sesama jenis, buat apa aku pikir dalam-dalam. Toh juga cinta dari dulu memang sudah gila.

Yang penting, aku senang malam ini lelaki di sebelahku benar-benar mau menuruti keinginanku. Meskipun aku harus merengek-rengek dulu, meskipun aku mesti berbohong bahwa kepalaku sakit dan hanya kue di kafe ini yang bisa menyembuhkannya, meskipun dia sudah lelah mengurusi semua persiapan untuk hari esok.

Dia masih sempat menungguku lama di depan kantor, menjemput dan menyopiri sampai sini, kafe langgananku, tempat pejantan dan betina saling bertemu dan menghangatkan cinta. Ya, kafe ini sudah tersohor di kota ini sebagai tempat termanis untuk berpacaran.

Kafe ini tidak terlalu lebar, hanya memanjang ke belakang. Temboknya berwarna cokelat. Aroma parfum cokelat menyeruak pada setiap ruangan. Di bagian dalam, ada meja-meja kecil dengan dua buah kursi pada setiap meja--sepertinya memang desain awalnya meja itu untuk sepasang kekasih--dengan atap langit malam, hanya tertutup sebuah payung besar. 

Di atas meja itu, ada sebuah gelas dengan lilin kecil yang terus menyala. Gemericik air dari bambu yang naik turun di atas kolam pada sepetak taman di sekeliling meja itu, bersama alunan musik jazz yang perlahan terdengar, begitu menambah suasana romantis bagi kekasih yang haus kasih sayang.

Tidak terkecuali kami. Sudah berkali-kali, tidak terhitung banyaknya, kami menghabiskan masa pacaran di sini. Selain karena dia suka cokelat panasnya, aku begitu suka dengan kue black forest-nya. 

Tidak hanya aku yang menyukai kue itu. Buktinya, kue itu selalu terpampang menjadi kue terlaris yang dipesan pengunjung dari pertama kali kami berkunjung sampai malam terakhir kami sebagai sepasang kekasih.

Ya, besok kami akan menikah. Karena itulah, aku mengajaknya ke sini. Aku tidak ingin terluka lagi. Aku mau melihat, apa dia benar-benar akan setia menemani hidupku kelak? Aku sudah dua kali bercerai. Aku begitu muak dengan ketidaksetiaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline