Lihat ke Halaman Asli

Honing Alvianto Bana

Hidup adalah kesunyian masing-masing

Mental feodal dan Sopan-santun Omong-kosong

Diperbarui: 24 April 2020   21:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat feodal selalu menghasilkan manusia dengan dua tipe mental. Pertama, manusia bermental atasan, kedua, manusia bermental bawahan.

Manusia tipe pertama selalu ingin ada di posisi atas. Juga ingin dihormati dan didengar oleh manusia tipe bawahan. Manusia tipe pertama ini juga tidak suka jika ada sesamanya yang lebih maju atau lebih baik. Ia akan merasa tersaingi.

Berbeda dengan manusia tipe kedua, ia selalu tidak punya rasa percaya diri dan merasa rendah diri. Mereka menerima dan betah ada berada dibawah. Mereka juga selalu dituntut untuk bersikap sopan oleh manusia tipe pertama, meski sedang diperlakukan secara tidak adil. Contohnya, protes masyarakat adat Pubabu dikabupaten Timor Tengah Selatan-NTT, saat menolak perampasan tanah oleh pemerintah yang dianggap tidak sopan. Padahal, orang melakukan protes itu karna berhubungan dengan alat produksi yang selama ini mereka gunakan untuk bertahan hidup.

Sistem feodalisme yang tersisa

Kita patut bersyukur karena Bangsa Indonesia telah merdeka selama 74 tahun. Berbagai agama dan ajaran pun telah kita terima. Sistem demokrasi pun demikian. Sayangnya, praktik budaya peninggalan sistem feodalisme masih ada yang tersisa.

Jika dulu, ada rakyat jelata yang ingin bertemu dengan seorang raja, ia harus menunduk atau berlutut. Saat ini, budaya seperti ini pun masih ada. Hanya saja, berubah model dan bentuk. Budaya feodal seperti ini biasanya dipelihara dengan baik oleh sekian elite penguasa di daerah kita.

Pada zaman penjajahan dulu. Saat para penjajah (kolonial) datang, sebagian raja mengambil keuntungan dari struktur feodal di masyarakat. Para penjajah tidak akan mencopot raja, selama ia masih mau mengabdi pada kepentingan mereka.

Akhirnya, rakyat jelata diperas oleh para bangsawan yang bekerja sama dengan penjajah. Jadi, penjajah memeras para bangsawan, dan para bangsawan ini memeras rakyat jelata.

Kira-kira seperti itulah strukturnya, sehingga rakyat semakin tertindas.

Nah, biasanya orang yang tertindas akan musnah sisi kemanusiaannya. Sifat manusianya hilang, yg tersisa adalah sisi kebinatangnnya. Jika dalam keadaan miskin, mereka mudah bermusuhan dengan sesamanya. Saling curiga, saling intai, bahkan sampai "saling tikam dari belakang".

Politisi dan pemimpin feodal

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline