Lihat ke Halaman Asli

Layakkah Pandeglang Jadi Kota Wisata?

Diperbarui: 30 April 2020   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bu Irna kamana bae?

Iyeu jalan ka kampung te hade-hade

Aduh Ibu Irna kamana bae?

(Anton Daeng Harahap, Seniman Pandeglang)

Pandeglang adalah salah satu kabupaten yang dipimpin oleh seorang Bupati cantik bernama Irna Narulita. Bukan hanya bupatinya saja, keindahan alamnya pun tidak kalah cantik. Destinasi wisatanya banyak serta kondisi alam yang sejuk rupanya menjadi inspirasi dari kabupaten paling barat di Pulau Jawa ini untuk menjadi kota wisata. Rupanya, memang Pemkab Pandeglang terlihat serius menggarap kota wisata ini, buktinya, jika kita datang memasuki wilayah Pandeglang, kita akan disambut dengan tulisan 'Selamat Datang di Kota Wisata Pandeglang'.

Sebagai warga Pandeglang saya bangga pemimpin di daerah saya memiliki inisatif untuk membangun daerahnya melalui wisata. Namun untuk saat ini, bagi saya, Pandeglang belum layak disebut sebagai kota wisata. Mengapa? Berdasarkan pengalaman saya, masih banyaknya oknum yang melakukan pungutan liar pada suatu destinasi wisata membuat tidak nyaman hati apalagi kantong. Belum lagi banyaknya sampah berserakan di tempat-tempat wisata seringkali membuat tidak nyaman bagi para pengunjung.

Persoalan lainnya, jika ingin menjadi kota wisata maka masalah jalan menjadi bagian penting. Infrastruktur jalan adalah syarat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan seperti yang tertera dalam UU No. 10 Tahun 2009 Pasal 23 a yang berbunyi Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban: menyediakan infromasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan.

Dan rupanya, persoalan jalan di kota wisata Pandeglang ini menjadi perhatian khusus dari berbagai kalangan. Seperti akademisi Unma merespons dengan mengadakan kegiatan 'Lorong Diskusi' yang temanya diambil dari judul lagu seniman Anton Daeng Harahap 'Bu Irna Kamana Bae?' Di Kampus Unma Banten, Sabtu (1/02/2020). Ketika mengikuti kegiatannya, saya menangkap diskusi ini memang tertuju pada infrastruktur jalan di Pandeglang yang begitu memprihatinkan.

Seperti yang diungkapkan oleh para pembicara yang diundang dalam diskusi itu. Misalnya Abdul Hamid sebagai Akademisi Untirta mengatakan, di bidang infrastruktur jalan, sebetulnya adalah salah satu dimensi dari masalah yang terjadi di Pandeglang. Masyarakat menurutnya sadar bahwa jalan ada banyak yang rusak, tetapi untuk mengomentari atau mengkritik jalan itu warga Pandeglang enggan dan sungkan.

Hamid melihat keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur jalan itu dikarenakan beberapa hal, di antaranya adalah kepemimpinan yang dikuasasi sebagai milik pribadi dan untuk kepentingan pribadi, masyarakat yang pragmatis serta politik transaksional yang merajalela.   

Sementara itu, Direktur Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada menganggap bahwa para elit di Pandeglang lebih banyak memberikan janji daripada bukti. Misalnya saat kampanye, mereka berjanji akan membangun jalan dengan kata Insya Allah akan membangun jalan-jalan di perkampungan dan kawasan 'perkotaan' di Pandeglang, tetapi setelah menjabat nihil terlaksana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline