Lihat ke Halaman Asli

Bimsa

Pengarang Novel

Time For Us : Ep.5 Sesuatu yang Menghilang

Diperbarui: 21 Januari 2020   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seragam Sekolah | Dok. pribadi'

Hari ini aku memakai seragam almamater putih dan jas sekolah berwarna pink, aku tidak tau bagaimana bisa sekolah memilih warna feminim yang tak biasa seperti itu. Bukan yang terlalu pink, lebih kewarna merah hati. Sebenarnya tidak ada aturan yang ditulis untuk memakai jas itu, tapi aku merasa tidak nyaman jika tak mengenakannya. Bahkan terkadang ada yang memakainya dengan seragam pramuka, sangat berbenturan warna. Norak. Kuambil tas ransel dengan tempat minum di sisi kanannya dan mulai menyiapkan buku pelajaran.

"Coba kulihat... bahasa, bio, sama sejarah," Sambil melihat jadwal yang kutempel dekat rak buku.

 "Jadi hari ini ngga ada yang harus ngitung, kan?  Ah, benar, aku harus ngambil sketchbookku di ruangan itu. Sial"

Semalam aku terpaksa memasang alarmku lebih awal. Lebih pagi dari biasanya aku pergi ke kelas untuk membuat pekerjaan yang belum kukerjakan semalam, belum sempat kukerjakan maksudku. Sekolah ini terus saja memaksa kami untuk menulis, kuharap tidak akan banyak yang akan aku tulis nanti. Dari tempatku duduk sebelah rak sepatu, seperti biasa..suara berisik dapur dengan bunyi teko air yang sepertinya sudah matang diatas kompor. Air panas untuk menyeduh teh buat ayah , ibu melakukannya setiap pagi. Tanpa sarapan dan segelas susu hangat aku berangkat ke sekolah dengan tali sepatu hitam yang kuikat dengan mantap.

"Bu, aku berangkat"

"Sarapan sebelum berangkat. Daf! Astaga, kena angin apa dia berangkat sepagi ini?

"Kenapa memang? Sepertinya dia sudah sadar harus berangkat sepagi ini untuk belajar"

"Ah, yang benar saja"

..........

Lihat saja, bahkan kucing jalanan belum seliweran jam segini. Disana abang tukang sayur terlihat berhenti di pojok gang depan gapura, dan suara sapu lidi dengan pegangan kayu terdengar sibuk membersihkan halaman depan toko kelontong yang berserakan, penuh daun mangga yang sudah tua. Mangga disana sungguh manis. Segar sekali. Aku pernah mencobanya dulu, tapi tidak mencuri. Kusapa pak satpam depan gerbang sekolah yang bersiap dengan mengambil beberapa tanda jalan, aku tidak tau apa namanya benda kerucut berwarna oranye yang diletakkan di depan jalan raya sekolah. Kupikir sekolah kami benar-benar masuk lebih awal dari sekolah lainnya, jadi sebenarnya kami mulai masuk pelajaran jam tujuh pagi tapi gerbang depan sekolah ditutup jam setengah tujuh dan sekolah lain saja baru menutup gerbang depan sekolah mereka pukul tujuh. Jadi kalian bisa mengira  hari ini aku berangkat jam berapa kan, untuk masuk sekolah yang sepagi ini. Ini bahkan  terlalu pagi untuk membuka buku dan membacanya, itu kata Raka setiap kali dia terlambat masuk kelas.

Koridor kelas masih sepi dengan  hanya ada beberapa anak yang duduk di depan kelas, mereka biasanya siswa yang jarak rumahnya jauh dan terpaksa berangkat lebih pagi ke sekolah. Mereka keren, maksudku jam berapa mereka akan berangkat kalo juga lupa mengerjakan pekerjaan rumahnya seperti aku saat ini.

Kelasku berada di paling pojok dekat toilet dan taman kecil yang, bukan taman sebenarnya. Kami menyebutnya ladang, karena memang banyak tanaman liar dan rumput yang tumbuh semakin tinggi. Ah, semoga saja Tasya bisa bangun pagi dan membagikan jawaban pekerjaannya padaku. Tapi sepertinya bukan Tasya yang bangun pagi kali ini.

"Kukira aku tadi ngga lihat motormu, Rak. Tumben kau datang pag.."

"Kau yang kenapa.. Ah.. menyusahkan sekali. Apa kau menggambar lagi semalam? Sampai nggak buat PRmu." Serobot Raka.

"Bagaimana kau..?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline