"Tujuan kami mendirikan Komunitas Perempuan Bertutur adalah memberi ruang seluas-luasnya bagi perempuan untuk menulis karya sastra," ujar Atik Yuliati, pengurus Komunitas Perempuan Bertutur di sela-sela Launching dan Diskusi Buku Langkah: Perempuan dan Aksi Politiknya, di Ndalem Pakuningratan, Sompilan (11/5/2024) dengan narasumber Agus Leyloor Prasetia, Atik Yuliati, dan Herry Mardianto.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, dalam sambutannya menyatakan kekaguman terhadap keberadaan antologi fiksi mini yang diluncurkan.
"Antologi ini hadir sebagai tonggak literasi, mengangkat perempuan dalam panggung politik. Jadi antologi ini membawa kita pada perjalanan yang lebih dalam tentang perempuan dan aksi politiknya," jelas Yetti.
Di bagian lain dikatakan, melalui karya-karya yang ada, kita disuguhi beragam sudut pandang dan pengalaman. Penulis berhasil menangkap esensi dari perjuangan, keberanian, serta kebijaksanaan perempuan dalam merajut benang-benang kehidupan politik.
Sejarah mencatat, peran perempuan dalam politik seringkali terpinggirkan atau terlupakan. Melalui antologi ini kita diingatkan kembali akan kontribusi perempuan dalam membangun tatanan politik yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Dalam konteks lokal, Yogyakarta menjadi ladang subur bagi literasi budaya dan sastra. Kehadiran antologi ini menjadi momentum penting untuk mengangkat dan mengapresiasi sastra lokal.
Agus Leyloor menjelaskan bahwa penguasaan terhadap bahasa menjadi penting saat menulis karya kreatif maupun karya nonsastra. Dosen Teater di Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta ini menyayangkan beberapa penulis menamai tokoh dengan asal-asalan, tidak mempertimbangkan karakter dalam penokohan.
Dalam diskusi,"Pemakaian nama dalam karya sastra harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Nama dalam masyarakat Jawa merupakan kinarya japa, pusaka, mencerminkan watak dan harapan. Jadi penamaan tokoh tidak boleh asal-asalan," tutur Agus Leyloor.
Sementara Atik menjelaskan proses penerbitan antologi yang memuat dua ratus fiksi mini karya enam puluh penulis.
"Antologi berisi karya penulis pemula dan penulis yang sudah ikut berproses sejak tiga tahun lalu. Artinya, beragam kualitas akan ditemui dalam antologi ini," papar Atik.
Sementara itu Herry Mardianto memaparkan adanya hubungan segi tiga antara pengayom, penulis, dan penerbit dalam dunia sastra.