Lihat ke Halaman Asli

Herman Efriyanto Tanouf

Menulis puisi, esai, artikel lepas

Usaha Lopo Muni Insaka dalam Mencegah Air Mata dari Mata Air Naija Lu'u

Diperbarui: 10 Februari 2019   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai rahim dari segala yang hidup termasuk manusia, sumber mata air perlu dijaga eksistensinya. Manusia sebagai individu, keberlangsungan hidupnya ditentukan oleh alam yang alami bukan alam yang terzalimi. Salah satu situasi alami tersebut adalah adanya mata air.

Hidup manusia akan terus berlangsung dan hanya dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu dengan adanya air dan unsur-unsur alam lainnya (tanah, api dan udara). Dalam keberadaannya, setiap saat air dibutuhkan oleh manusia. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari air sebagai unsur yang mengikat. Toh, air memang menjadi unsur paling dominan (80%) dalam tubuh manusia.

Sebagai kebutuhan intim, air perlu dijaga, dirawat, diproduktifkan sebagai bentuk kecintaan manusia. Namun terkadang pada waktu tertentu, manusia menjadi sangat "benci" terhadap adanya mata air. Kebencian itu mewujud dalam ulah manusia-manusia jahil. Disadari atau tidak, ada tindakan-tindakan yang menyebabkan datangnya air mata bagi mata air, di mana saja.

Jika di kota-kota besar air mata adalah sampah-sampah (organik maupun non organik), limbah pabrik/ industri, maka di kampung-kampung air mata itu adalah perusakan hutan, kotoran ternak sekaligus manusia, dan berbagai aksi konyol lainnya. Apapun faktor penyebabnya, sumber mata air hendaknya tetap dijaga "kejernihan, kebersihan dan kesehatannya". Jangan sampai air yang dikonsumsi adalah air keruh sarat kotoran-kotoran ternak dan manusia-manusia yang tidak bermartabat. Manusia dan lingkungannya menjadi tidak sehat.

Namun demikian, usaha manusia dalam merawat adanya sumber mata air hendaknya tidak terbatas pada sikap waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan penyebab. Usaha lebih yang harus dilakukan adalah perlakuan terhadap sumber mata air itu sendiri. Adalah sia-sia jika sepanjang aliran air dirawat tetapi alpa memperhatikan sumber alirnya.

Usaha-usaha memperlakukan sumber mata air secara etis sudah banyak dilakukan oleh orang-orang (personal maupun komunitas) yang sangat peduli terhadap lingkungan (sumber mata air). Kepedulian memang perlu dibangun sejak dini, sebelum alam semesta memberi malapetaka.

Pada awal Januari 2019 lalu, ada salah satu kelompok/ komunitas orang muda di Ekafalo, Insana, Timor Tengah Utara menunjukkan kepedulian dalam bentuk yang lain. Ialah Lopo Muni Insaka, komunitas lintas generasi yang memusatkan perhatian pada berbagai aspek kehidupan di kampung halaman termasuk lingkungan (sumber mata air). Sikap peduli direalisasikan dengan menanam pohon di sekitar sumber mata air. Naija Lu'u, nama dari sumber mata air di Ekafalo yang menghidupi masyarakat sekampung sekaligus menjadi salah satu fokus perhatian orang muda di sana.

Keberadaannya selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (makan, minum, mandi, dan lain-lain) juga difungsikan sebagai sumber irigasi (pertanian) dan peternakan. Boleh dikata,  Naija Lu'u adalah sumber kehidupan bagi semua yang dinamai "hidup" di Ekafalo.

Motivasi utama Lopo Muni Insaka adalah menjaga eksistensi dari sumber mata air itu sendiri. Ada kegelisahan mendalam, karena lingkungan di sekitar sumber mata air memasuki tahap kritis. Selain ulah manusia yang membabat habis pohon-pohon untuk dijual ke pasar (sebagai kayu kering), banyak pohon (usia tua) yang tumbang di sana-sini.

Oleh karenanya, penghijauan adalah salah satu cara paling ampuh yang ditempuh oleh Lopo Muni Insaka untuk menjawabi berbagai kegelisahan di kampung halaman. Dengannya, debit air akan tetap terjaga bahkan meningkat karena didukung oleh rimbunnya pohon-pohon di sekitar (filtrasi dan penyimpanan air bersih secara alami). Aksi demikian sekaligus meminimalisir pencemaran udara dan menciptakan lingkungan yang sehat nan asri.

Naija Lu'u dalam fungsinya tidak terbatas pada sumber air. Tetapi juga merupakan Oe le'u (sumber mata air pemali/ keramat) yang disakralkan sejak dahulu oleh seluruh rumpun suku di Ekafalo. Naija Lu'u dianggap masyarakat setempat sebagai mata air yang "bertuan/ berpenghuni/ penjaga". Terkait "tuan/ penjaga" sangat sensitif untuk disebut, baik secara lisan maupun tulisan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline