Lihat ke Halaman Asli

Hennie Triana Oberst

TERVERIFIKASI

Penyuka traveling dan budaya

Panggil Aku Amira

Diperbarui: 14 November 2020   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dua orang sahabat - foto: NickyPe/Pixabay.com

"Ma, aku pergi ke rumah Emma ya," aku pamit sambil meletakkan ceret penyiram tanaman di gubuk kecil tempat peralatan kebun.

"Iya, hati-hati. Besok pulang jam berapa?"

"Mungkin sore sebelum waktu makan malam," jawabku sambil mencium pipi mama.

Sekitar 30 menit mengendarai sepeda jarak rumahku dengan Emma. Malam ini aku akan menginap di rumah sahabat baruku ini.

Emma menjadi sahabatku sejak dua tahun lalu, dia teman pertama di sekolah baruku. Keluarga kami baru pindah di kota kecil ini. Akhirnya kami bisa menempati rumah yang kami idam-idamkan, dengan sedikit halaman kecil untuk tanaman.

Papaku beruntung bisa mendapat pekerjaan di pabrik mobil yang jaraknya sekitar 45 menit naik kendaraan umum dari rumah kami.

Mama bilang, sementara ini kami hanya bisa menyewa rumah kecil di pinggiran kota. Tapi untukku, rumah ini seperti istana, kami tidak perlu lagi berbagi dengan keluarga lain dalam satu rumah. Tetangga sebelah rumah kami, keluarga Becker, sangat baik hati dan suka membantu. 

***

Namaku Amira, anak bungsu dan satu-satunya perempuan dari empat bersaudara. Kami melarikan diri dari negeri yang hancur akibat perang. Hingga akhirnya tiba di Jerman, negeri aman ini membuatku betah.

Teman-teman baruku di negeri ini sangat baik, walaupun awalnya mereka sering tidak mengerti apa yang kuucapkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline