Lihat ke Halaman Asli

Harry Ramdhani

TERVERIFIKASI

Immaterial Worker

Toilet adalah Ruang Baca Pribadi

Diperbarui: 30 Juli 2016   03:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: emjannah.blogspot.com

Selain perpustakaan dan toko buku, toilet adalah tempat yang baik --hampir mendekati nyaman-- untuk baca buku.

Membaca itu baik. Apa saja asal bisa dibaca: buku, koran, sampai balasan pesan dari mantan --walau sedikit menyakitkan, namun mengenangkan. Tapi tidak selama yang baik itu bisa dilakukan semena-mena dan di mana saja. Saya pernah ditegur ketika membaca buku saat jam kerja, meski ketika itu saya sedang istirahat. Meski saya lebih memilih membaca buku daripada makan ke kantin. Meski sebatas teguran, namun lebih mirip larangan.

Pada saat itu juga saya tidak pernah lagi membaca di meja kerja. Walau pun dekat meja kerja ada koran harian atau majalah mingguan. Itu pun jarang.

Saya jadi teringat bagaimana Bung Hatta ketat sekali bila ingin membaca. Sebelum mulai, Bung Hatta akan pergi mandi, lalu mengenakan pakaian terbaik dan mamakai sepatu. Seperti hendak kencan dengan pasangan --jomblo pasti tidak tahu itu. Setelah rapih, barulah Bung Hatta duduk dan pergi membaca.

"Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena buku aku bebes," kata Bung Hatta. Belum ada orang yang saya tahu sebegitunya dengan buku. Ya, hanya Bung Hataa itu.

Mau baca buku saja mandi dulu. Rapih-rapih dulu. Pakai sepatu. Saya, barangkali bisa melakukan itu sekaligus di hari pernikahan saya nanti. Saya harap kamu hadir.

Tidak hanya saya, Gopah juga. Gopah juga pernah ditegur saat membaca buku di Mushala.

Hari itu, di Mushala, sedang diadakan kerja bakti hari minggu. Gopah dan saya hadir. Gopah yang kerja bakti, saya kebagian main air. Waktu siang, sebelum masuk sekolah waktu dzuhur, semua yang ikut kerja bakti istirahat. Beberapa pulang untuk makan, beberapa lainnya bertahan sekadar ngopi-ngopi di halaman Mushala.

Gopah membaca buku kisah Islami yang tebalnya sebesar bantal. Gopah bersandar di salah satu tiang Mushala yang di bagian luar. Saya duduk-duduk saja di rumput halaman. Seorang datang menegur Gopah dan memintanya untuk tidak membaca di Mushala. "Lebih baik baca Quran."

Gopah menutup buku yang sedang ia baca dan meletakkan kembali di lemari. Saya diajak Gopah pulang.

Sepertinya saya pernah menceritakannya. Entah, saya lupa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline