Lihat ke Halaman Asli

Deteksi Dini dan Upaya Mencegah Perilaku Teroris

Diperbarui: 15 Mei 2018   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

utamanews.com

Pada beberapa hari terakhir ini, rentetan peristiwa yang tragis berupa aksi teror terjadi di Indonesia, hal ini dimulai dengan kejadian kerusuhan di Rutan Mako Brimob. Dimana pada peristiwa kerusuhan 5 polisi gugur dan 1 tahanan tewas. Setelah kejadian tersebut banyak komentar-komentar yang tanpa didasari oleh fakta yang menjurus pada fitnah dan mengundang kebencian seperti "bahwa kerusuhan tersebut merupakan rekayasa aparat polisi" atau "kerusuhan tersebut terjadi karena adanya pemeriksaan yang ketat dan cenderung pada sikap pelecehan".

Fitnah dan ujaran kebencian yang menyebar di media sosial dan media online inilah yang telah menyulut sel-sel tidur teror secara sadar untuk bergerak. Dimana perilaku teror  yang telah tertanam dengan pendokrinan  secara kontinu dan lama, digunakan untuk menciptakan keresahan dimasyarakat, menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah benar. Padahal bagi islam perilaku teror adalah perilaku kejahatan.

Berdasarkan pengertiannya perilaku manusia merupakan sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika kekuasaan, persuasi dan/atau genetika. Dimana perilaku seseorang dikelompokkan dalam perilaku wajar yaitu perilaku yang dapat diterima dan perilaku yang menyimpang. Dari studi kasus pelaku aksi teror Surabaya yang dilakukan oleh keluarga a.n Dita Oepriarto dan Puji Kuswanti dapatlah disimpulkan tentang penyimpangan perilaku kehidupan sosial antara lain:

1.  Kehidupan Dita pada saat SMA 5 di Surabaya menolak ikut upacara bendera dan menganggap hormat bendera adalah perilaku syirik, menyanyikan        lagu kebangsaan adalah bid'ah.

2.  Kehidupan dikampus akademis gagal.

3.  Jarang bersosialisasi dan cenderung tertutup serta menutup diri terhadap lingkungan.

4.  Memisahkan diri dari keluarga besar pasangan masing-masing.

5.  Adanya indikasi kegagalan dalam menjalankan bisnis/faktor ekonomi dan kehidupan.

6. Pergaulan dengan kelompok/faham tertentu.

Adanya penyimpangan perilaku ini dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan cuci otak dengan tujuan lebih lanjut yaitu melakukan aksi teror. Kita sebagai warga negara maupun keluarga hendaknya perlu melakukan hal-hal pencegahan agar tidak terjadi terhadap anggota keluarga dan lingkungan kita dengan cara diantaranya:

1.  Menjaga dan mengawasi keluarga kita terhadap kemungkinan keterpengaruhan faham-faham yang menyimpang yang dilakukan oleh                orang/organisasi tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline